Pemerintahan Jokowi jor-joran beri subsidi untuk pembelian kendaraan listrik, termasuk untuk eselon I dan II PNS. Kebijakan ini dinilai tidak tepat. Bahkan disebut kebijakan ‘barbar’ karena tidak menyentuh kepentingan wong cilik. Hanya ‘kenyangkan’ oligarki.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu menyebut, kebijakan subsidi pembelian kendaraan listrik, baik untuk konsumen atau PNS, adalah kebijakan ‘barbar’. “Ini jelas kebijakan barbar. Kebijakan yang menggunakan uang negara, berasal dari rakyat, digunakan untuk kepentingan penguasa dan oligarki,” tegas Said Didu dalam sebuah diskusi daring bertema Pengadaan dan subsidi Kendaraan Listrik: Kebijakan APBN Manipulatif Pro Oligarki, Jakarta, dikutip Rabu (17/5).
Kebijakan yang disebut Said Didu barbar ini, jelas tak bisa dibiarkan. Karena, mengancam kekayaan alam yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai amanat konstitusi. “Kalau dibiarkan, khawatir kekayaan alam diobral dengan murah di penghujung pemerintahannya (Jokowi). Sekarang ini, mengeruk kekayaan atau uang rakyat untuk kepentingan kelompok, sudah tidak malu-malu lagi,” imbuhnya.
Dia pun mempertanyakan, urgensi subsidi pembelian kendaraan listrik, serta pengadaan mobil dan motor listrik untuk PNS eselon I dan II yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun Anggaran 2024. PMK yang dikeluarkan Sri Mulyani pada 28 April 2023 itu, berlaku sejak 3 Mei 2023.
“Yang namanya subsidi itu, sasarannya jelas, wong cilik. Rakyat kecil yang daya belinya rendah. Bagaimana dengan subsidi BBM yang dicabut pada September 2022. Sehingga harga Pertalite dan Solar naik. Di sisi lain, orang kaya disubsidi untuk beli kendaraan listrik. Demikian pula PNS dapat jatah mobil listrik yangh harganya hampir Rp1 miliar. Sementara petani kita harus beli pupuk dengan harga mahal. Karena subsidinya dikurangi,” bebernya.
Pernyataan Said Didu, masuk akal. Sejak 20 Maret 2023, pemerintah menyediakan subsidi Rp70 juta hingga Rp80 juta untuk pembelian mobil listrik. Ada 2 merek yang dipastikan mendapatkan subsidi ini, yakni Hyundai Ioniq 5 dan Wuling Air Ev. Sedangkan untuk pembelian motor listrik, subsidinya dipatok Rp7 juta.
Sedangkan PMK No49/2023 tentang SBM Tahun Anggaran 2024 menetapkan acuan untuk pengadaan mobil listrik di kementerian dan lembaga. Mobil listrik untuk PNS eselon I, harganya maksimal Rp966,8 juta per unit. Sedangkan mobil listrik untuk eselon II dibatasi Rp746 juta per unit. Untuk pengadaan motor listrik PNS biasa dibatasi Rp28 juta/unit.
Tak berhenti di situ, pengadaan mobil listrik untuk operasional kantor dibatasi Rp430 juta/unit. Pun demikikiann dengan biaya perawatan ditanggung negara. Untuk mobil listrik pejabat negara, anggaran perawatannya maksimal Rp14,84 juta/tahun.
Mobil listrik eselon I maksimal Rp11,10 juta/tahun, eselon II maksimal Rp10,99. Kendaraan operasional ditetapkan maksimal Rp10,46 miliar dan motor listrik PNS sebesar Rp3,2 juta/tahun. Intinya, pejabat negara dan PNS benar-benar dimanjakan karena bisa menikmati kendaraan listrik gratis. Dan tak perlu keluar duit untuk perawatan.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara menjelaskan, subsidi pembelian, serta pengadaan kendaraan listrik di instansi pemerintah, hanya menguntungkan oligarki. Termasuk sejumlah pejabat negara yang [punya afiliasi dengan pabrikan atau distributor kendaraan listrik.
“Ini hanya mengenyangkan oligarki. Termasuk sejumlah pejabat yang berbisnis kendaraan listrik,” tutur Marwan.
IPK 2022 Jeblok, Partai Ummat Tuding Jokowi Tak Serius Berantas Korupsi
Hanya saja, marwan tak menyebut secran tegas dan jelas siapakah pejabat negara yang dimaksudnya. dia pun menyoroti alasan mengurangi emisi karbon dari penggunaan kendaraan listrik di Indonesia.
“Ingat, penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia adalah penggunaan batubara sebagai pembangkit listrik. Angkanya lebih dari 60 persen. Selama itu tidak dikurangi, percuma saja,” ungkapnya.
Sumber: tajukpolitik.com