Waduh, Jumlah Masyarakat Berpaham Radikal Capai Puluhan Ribu

Direktur Pencegahan BNPT RI (Brigjen Pol R. Ahmad Nurwahid) dalam acara Pencegahan Radikalisme dan Terorisme melalu FKPT Provinsi Bali. /pikiran-rakyat.com

IDTODAY.CO – Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) Brigjen Ahmad Nurwahid mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia yang terpapar paham radikal mencapai angka yang cukup mencengangkan. Yakni, di estimasi sekitar 17.000-20.000-an termasuk keluarganya.

Jumlah tersebut hanya yang terdata dalam jaringan teror baik itu JI ataupun JAD, dan lain-lain.

“(Tapi) dengan kekuatan Polri, dalam hal ini Densus sekitar personil 2.424, Insyaallah kita bisa mengcover dengan segala peralatan dan sebagainya. Tetapi ketika kita berbicara secara hulu, maka di sini ada (banyak) mereka yang belum terpapar yang merupakan mayoritas atau silent majority (ini yang harus diperhatikan),” kata Ahmad dalam webinar Sumpah Pemuda dengan tema Mengatasi Bahaya Laten yang diselenggarakan oleh Beritasatu, Selasa (27/10/2020).

Menurutnya, ideologi adalah akar dari radikalisme-terorisme. Setiap manusia punya potensi terpapar radikal-terorisme karena radikal yang mengatasnamakan agama itu bukan monopoli salah satu agama, tetapi ada di seluruh agama dan diseluruh sekte. Juga ada di seluruh kelompok.

“Potensial ada di seluruh individu manusia. Saya mencoba menjelaskan mumpung ada guru saya (pembicara lain) yang sangat paham akan teori atau ilmu kriminologi. Jadi kalau kita bicara radikal terorisme itu kan sebagai extra ordinary crime atau sebagai crime atau sebagai kriminal. Lebih tepatnya kami pendekatannya ilmu kriminologi supaya bisa menjelaskan secara komprehensif,” terangnya.

Baca Juga:  BNPT: Politisasi Agama Picu Radikalisme

Ahmad menegaskan bahwa Ideologi merupakan akar radikalisme dan terorisme. Pasalnya, paham keras tersebut akan timbul manakala dipicu oleh faktor korelatif, termasuk diantaranya politisasi agama.

Kemudian, faktor kemiskinan. sangat potensial untuk pemicunya munculnya radikalisme dan terorisme meskipun tidak tergolong sebagai pemicu. Kemudian juga, pemahaman agama yang setengah-setengah turut mendukung timbulnya paham berbahaya tersebut.

“Sehingga dikatakan (meski ada) 20 -27 Juta orang miskin di Indonesia tapi tidak semua menjadi teroris atau radikalisme. Karena itu hanya pemicu bukan akar permasalahan. Masalah ketidakpuasan, masalah kebencian, dendam kemudian juga sistem politik ataupun sistem hukum yang masih lemah (juga jadi pemicu, tapi) masalah utama radikal terorisme bukan diterorisme nya tapi diradikalismenya,” imbuhnya.[beritasatu/brz/nu]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan