Oleh: Anggun Permatasari

Entah apa yang bersemayam di benak penguasa. Pandemi belum juga usai, namun rakyat disuguhi kenaikan biaya kebutuhan pokok. Untuk makan saja rakyat harus berhemat. Hal ini disebabkan harga sembako yang terus merangkak naik. Alih-alih meringankan, saat ini PLN justru menambah beban rakyat dengan tagihan listrik yang tiba-tiba melonjak. Miris!

Namun, merespon keluhan masyarakat terkait kenaikan tarif listrik, PT. PLN (Persero) memastikan tarif dasar listrik seluruh golongan tidak naik. Kenaikan tagihan listrik pelanggan dinilai terjadi karena adanya kenaikan pemakaian dari pelanggan itu sendiri. Direktur Niaga dan Manajemen Pelayanan Pelanggan PLN, Bob Sahril mengatakan tagihan tarif listrik naik beberapa bulan terakhir karena adanya pengalihan (carry over) biaya lebih yang seharusnya dibayar pengguna atau konsumen. (Detik Finance, 7/6/2020)

Pihak PLN berkelit, hal itu dikarenakan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sehingga petugas PLN tidak bisa melakukan pencatatan meter ke rumah pelanggan. Untuk itu, tagihan April dan Mei PLN menggunakan mekanisme pencatatan rata-rata tiga bulan sebelumnya. (Detik Finance, 7/6/2020)

Masyarakat umum hingga pejabat negara mengeluhkan kenaikan tagihan listrik hingga 4x lipat. Warga menduga ada kenaikan diam-diam dari PLN. Sayangnya, PLN mengelak telah menaikkan listrik selama masa pandemi. Mereka berdalih bahwa kenaikan tagihan listrik dianggap wajar karena penggunaan yang meningkat saat Work From Home dan Belajar Dari Rumah.

Baca Juga:  Pusing Tagihan Listrik Bengkak? Bisa Lapor ke Kantor Luhut Lho

Ini menegaskan pemerintah abai terhadap kesulitan rakyat. Privatisasi dan liberalisasi terhadap sektor strategis layanan publik menjadi satu-satunya tertuduh kenaikan tarif listrik. Pasalnya UU yang disahkan nomor 20 tahun 2002 tentang ketenagalistrikan justru membuka Liberalisasi pada listrik. UU ini juga mengatur mengenai pembukaan luas bagi keterlibatan swasta. Sehingga keberadaan PLN tidak dapat menjamin hak rakyat untuk memperoleh fasilitas listrik dengan mudah dan murah.

Liberalisasi juga dibungkus rapi dalam UU no. 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Ini menjadi pangkal kebijakan pemerintah yang memisah-misahkan usaha kelistrikan menjadi berbeda antara pembangkit, transmisi, distribusi dan ritel dari PLN. Sehingga mengakibatkan jaringan listrik tidak bisa dikendalikan dari satu pintu. Meski saat ini PT. PLN berstatus perusahaan listrik milik negara, disebabkan unbundling vertikal tersebut, maka semua fungsi dijalankan secara komersil. Tentunya ini menyebabkan tarif listrik negara akan meningkat hingga berkali-kali lipat.

Terbentukanya regionalisasi pada usaha kelistrikan nantinya akan mengakibatkan persaingan perusahaan pengelola listrik antarwilayah dalam menetapkan tarif beban tenaga listrik. Dapat dipastikan, aktivitas ini dapat mengakibatkan tarif listrik terus meningkat.

Fakta menyedihkan tersebut sejatinya merupakan imbas diterapkannya sistem ekonomi sekuler kapitalisme. Negara hadir bukan sebagai penjamin kebutuhan rakyat, namun hanya regulator dan fasilitator para kapital. Negara seperti korporasi raksasa yang berbisnis di bidang kelistrikan dan rakyat yang menjadi konsumennya. Negara yang dipimpin oleh sistem rusak ini tidak peduli dan menyesuaikan pelayanannya dengan pendekatan meringankan kesulitan yang dihadapi masyarakat di masa pandemi.

Padahal menurut pandangan Islam, sumber daya alam dan fasilitas vital milik umum tidak boleh diprivatisasi. Dari Ibnu Abbas RA. berkata sesungguhnya Nabi saw bersabda: kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu; air, rumput, api, dan harganya haram. Abu Said berkata: maksudnya: air yang mengalir (HR. Ibnu Majah).

Aturan Islam tegak dan berdiri kokoh berasaskan Al Quran dan assunnah. Pemimpin dalam Islam adalah perisai bagi rakyat yang wajib menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya agar hidup sejahtera. Rasulullah saw bersabda: “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Islam memberikan peluang yang sama kepada seluruh rakyat untuk hidup makmur. Sejarah mencatat, Khalifah Umar Ibnu Khattab RA. menyatakan: “Orang yang memagari tanah tidak berhak (atas tanah yang telah dipagarinya) setelah (membiarkannya) selama tiga tahun”. Tentu sangat berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme yang memenangkan para individu pemilik modal.

Oleh karena itu, dengan penerapan aturan Islam yang sempurna seluruh rakyat akan dijamin segala kebutuhannya termasuk listriknya tanpa pandang bulu. Semoga dengan semakin terbukanya kesalahan tata kelola sumber daya alam dan administrasi negara akibat sistem yang rusak. Umat semakin sadar bahwa hanya aturan Islam yang berasal dari Sang Khalik-lah yang mampu membawa pada kebaikan. Sehingga semua kebutuhan rakyat dapat dipenuhi negara tanpa terkecuali. Wallahu a’lam bish-shawab.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan