IDTODAY.CO – Dewan Pengawas (Dewas) KPK memeriksa erkait ketua KPK Firli Bahuri terkait pelanggaran etik berupa naik helikopter mewah. Indonesia Corruption Watch (ICW) memberi tiga catatan terkait pemeriksaan dugaan pelanggaran etik tersebut.

“Indonesia Corruption Watch sendiri setidaknya memiliki tiga catatan atas pemeriksaan indikasi pelanggaran kode etik,” ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/8). Seperti dikutip dari kumparan detik.com (26/08/2020).

Ia menegaskan bahwa proses pemeriksaan harus dilakukan secara transparan.  Menurutnya, hak ini sesuai dengan tugas KPK dalam UU KPK pasal 5.

“Pertama, proses pemeriksaan harus menjunjung tinggi transparansi serta akuntabilitas kepada masyarakat. Hal ini penting untuk ditegaskan, sebab, pasal 5 UU KPK telah menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berasaskan pada nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum,” kata Kurnia.

Selain itu, Dewas juga harus melakukan pemeriksaan dan persidangan dilakukan berdasarkan nilai akuntabilitas dan kepentingan umum. Menurut Kurnia, hal ini sesuai dengan Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2020 pasal 3 ayat 1.

“Oleh karena itu, Dewas dilarang menutup diri atas proses dan hasil pemeriksaan terhadap Firli Bahuri,” tuturnya.

Lebih lanjut, Kurnia juga meminta agar Dewas tidak hanya mengandalkan pengakuan Firli dalam pemeriksaan. Namun juga mencari bukti-bukti lain, untuk membuktikan dugaan pelanggaran.

“Kedua, model pembuktian yang dilakukan oleh Dewas diharapkan tidak hanya mengandalkan pada pengakuan dari terperiksa saja. Dalam konteks ini, materi pemeriksaan sudah barang tentu akan menyoal penggunaan moda transportasi mewah yang digunakan oleh Ketua KPK,” kata Kurnia.

“Untuk itu, Dewas mesti terus menggali, jika pengakuan terperiksa menyebutkan bahwa penggunaan transportasi itu berasal dari uang pribadi atau gaji, maka pertanyaan lebih lanjutnya adalah, metode pembayaran apa yang digunakan? Apa melalui pembayaran tunai atau menggunakan jasa perbankan? Lalu perihal bukti, semestinya terperiksa harus bisa memperlihatkan bukti pembayaran otentik kepada majelis pemeriksa,” sambungnya.

Baca Juga:  Komisi III DPR: Pemerintah Harus Tindak Lanjuti Temuan KPK Dalam Kartu Prakerja

Selanjutnya, Kurnia mengatakan, Dewas perlu melibatkan Kedeputian Penindakan dalam pemeriksaan. Tujuannya adalah untuk mencari tau ada tidaknya penerimaan gratifikasi.

“Ketiga, Dewas perlu melibatkan Kedeputian Penindakan dalam memeriksa dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK. Hal ini penting, setidaknya untuk melihat lebih jauh, apakah ada potensi penerimaan gratifikasi dari pihak tertentu,” tuturnya.[detik/aks/nu]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan