Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengaku tak tahu menahu mengenai pembuatan kebijakan ekspor pasir laut. Kebijakan tersebut diaturu dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Hal ini dia ungkapkan saat ditanya oleh sejumlah anggota Komisi VI DPR dalam rapat kerja hari ini, Selasa (6/6/2023).
“Betul-betul saya nggak tahu Pak ini, saya anggap tanah air,” ujar pria yang akrab disapa Zulhas itu.
Dia mengatakan sejak dulu saat dirinya masih jadi anggota DPR, dirinya menjadi orang yang paling menentang kebijakan tersebut. Zulhas juga mengaku terkejut saat Perpres ekspor pasir itu terbit baru baru ini.
“Saya paling nentang di sini (saat jadi DPR) dulu melarang itu, sekarang pasir kok bisa pasir itu saya nggak paham. Saya tanya pak Pram (Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung) itu ada ekspor pasir PP?,” jelasnya.
Usai rapat kerja tersebut, Zulhas menerangkan kebijakan ekspor pasir merupakan inisiatif dari Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP). Jadi, dia tidak ikut membahas tentang pembuatan Perpres tersebut.
“Nggak ikut saya nggak ikut, saya tidak ikut untuk membahas itu. Tapi saya sudah cek kepada Seskab, betul itu inisiatifnya Kementerian Kelautan. Kalau sudah putusan, tentu saya sebagai menteri kan harus ikut kan gitu,” ungkapnya, kepada wartawan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono telah buka-bukaan soal alasan pembukaan izin ekspor pasir laut. Praktik ekspor pasir laut sendiri tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang baru terbit 15 Mei 2023.
Trenggono mengatakan sebetulnya pemerintah menerbitkan aturan ini dengan tujuan memberikan dasar hukum pada pemanfaatan pasir yang terbentuk dari sedimentasi di dalam laut. Sedimentasi laut dinilai dapat menjadi material yang sangat cocok untuk digunakan pada kebutuhan reklamasi.
Dia mengatakan selama ini kebutuhan reklamasi sangat besar di Indonesia, namun seringkali merusak lingkungan karena material yang diambil adalah mengeruk pasir dari pulau-pulau.
“Jadi terhadap PP 26 yang mau saya sampaikan di sini bahwa kebutuhan reklamasi begitu besar di Indonesia. Kalau ini didiamkan dan tidak diatur maka bisa jadi pulau-pulau diambil jadi reklamasi dan berakibat kerusakan lingkungan. Atas dasar itu terbitlah PP, boleh untuk reklamasi, tapi harus gunakan pasir sedimentasi,” papar Trenggono dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2023).
Sumber: detikcom