Kepala BKPM/Menteri Investasi Bahlil Lahadalia memberikan ucapan terima kasih kepada Presiden ke-5 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas utang Indonesia ke IMF yang telah dilunasi saat eranya. Demokrat tak menganggap pujian Bahlil memuat unsur politis karena, menurutnya, itu fakta sejarah.

“Apa yang disampaikan Pak Bahlil adalah suatu fakta sejarah sehingga tidak dapat dikatakan memiliki unsur politis,” kata Staf khusus SBY, Ossy Dermawan, kepada wartawan, Sabtu (1/7/2023).

Ossy mengatakan SBY tak hanya mampu melunasi utang IMF lebih cepat dari termin yang ditentukan. Namun, sebutnya, SBY juga telah menurunkan rasio utang.

“Terkait utang, dapat ditambahkan bahwa pemerintahan SBY tidak hanya melunasi utang IMF lebih cepat dari jadwalnya, namun juga menurunkan rasio utang terhadap PDB dari sekitar 56 persen menjadi sekitar 24 persen. Sehingga fiskal kita tidak sangat terbebani dan anak cucu tidak harus menanggung utang secara besar,” ujarnya.

Baca Juga:  Soal Kejanggalan pada Omnibus Law, Demokrat: Kesalahan Fatal, Wajib Diperbaiki!

Ossy berharap pemerintahan selanjutnya turut membuat capaian di bidang ekonomi. Dengan begitu, rakyat dapat disejahterakan.

“Kita berharap pemerintahan selanjutnya dapat terus menorehkan capaian-capaian ekonomi sehingga dapat menyejahterakan rakyat secara nyata,” kata dia.

Bahlil sebelumnya mengatakan Indonesia sudah tak memiliki utang kepada Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF). Bahlil mengatakan utang Indonesia ke IMF sudah dilunasi pemerintahan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahlil lantas memberikan ucapan terima kasih kepada SBY.

“Kita harus berterima kasih pada pemerintahan sebelum Pak Jokowi, yaitu di zamannya Pak SBY. Itu berhasil menyelesaikan utang kita ke IMF,” kata Bahlil, dalam konferensi pers di kantor BKPM, Jakarta, Jumat (30/6).

Menurut Bahlil, berutang kepada IMF sama seperti berutang kepada lintah darat. Ia menilai banyak paket kebijakan ekonomi yang tidak sesuai dengan Indonesia. “Menurut kajian mereka juga mengatakan, ini kayak lintah darat ibaratnya. Jadi banyak paket kebijakan ekonomi dari IMF yang tak cocok dengan negara kita,” ujarnya.

Baca Juga:  Dari Zaman Soeharto hingga Jokowi, Rasio Utang Era SBY Terendah Sepanjang Sejarah

Selain itu, Indonesia juga memiliki sejarah panjang dengan IMF. Bahlil pun bercerita, pada masa krisis moneter melanda di tahun 1998, IMF merekomendasikan sejumlah kebijakan yang membawa dampak sangat besar terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi RI.

“Pertama, industri kita ditutup. Contoh dirgantara. Bansos-bansos ditutup. Artinya, daya beli masyarakat lemah di situ. Cikal-bakal deindustrialisasi,” ujarnya.

Namun nyatanya, semua kebijakan tersebut gagal total. Akibatnya, bunga kredit pun terkerek naik. Kemudian, hampir seluruh pengusaha kolaps. Kredit-kredit pun macet dan aset-aset pun diambil. Kondisi ini membuat Indonesia seolah menjadi pasien salah diagnosis.

Sumber: detikcom

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan