Pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah memberi bantuan subsidi untuk pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) sejak 1 April 2023. Setelah berjalan lebih dari sebulan, Pemerintah bakal mengevaluasi kebijakan ini. Karena kritikan Calon Presiden Anies Baswedan?

Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) Moeldoko mengungkapkan bahwa rencana ini keluar setelah pemerintah melihat pemberian insentif kendaraan listrik yang cenderung lambat.

“Subsidi dan insentif masih berjalan lambat, kami masih evaluasi ke arah yang lebih baik. Agar pembeli kendaraan listrik dapat menikmati insentif ini,” katanya di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta, Rabu (17/5/2023).

Sedikitnya penjualan terlihat dari aplikasi pembelian motor listrik, dimana pembeli mobil listrik subsidi nyatanya masih sangat sedikit, hanya sekitar seratusan orang saja. Padahal kuota yang tersedia mencapai 200 ribu unit. Jika tak ada perbaikan, maka akan banyak kuota yang tidak terpakai.

“Evaluasi ini terlihat orang mau beli kan ada aplikasinya, bisa dilihat populasinya di situ, kenapa yang beli baru sedikit? Dasarnya ini masyarakat diberikan kesempatan subsidi, tapi kok gak direspons? Sampai saat ini baru 106 di aplikasi itu,” sebutnya.

Baca Juga:  Anies Akan Cabut Izin Usaha Bagi Perusahaan Yang Tidak Menerapkan WFH Selama PSBB di Jakarta

Selain masih tergolong lambatnya penjualan, pemerintah juga melihat bahwa ada pihak tertentu yang harus berat menanggung kebijakan ini, yakni Diler. Padahal, diler punya pembiayaan yang juga terbatas sehingga tidak bisa terbebani banyak biaya.

“Karena subsidi tidak bisa dinikmati semuanya, sehingga itu penyebab lambat dan kedua bisa ada restitusi. Jadi pajak 10% dan 1% ditanggung pembeli, tapi diler menanggung restursi, nah dikhawatirkan dengan restitusi setahun baru dibayar pemerintah maka itu akan menjadi beban bagi diler diler itu,” kata Moeldoko.

“Artinya kan ada sesuatu dong, pemerintah cari tahu itu, mesti ada sesuatu yang nggak nyaman,” lanjutnya.

Pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk mengubah skema subsidi yang sudah berjalan saat ini.

“Kedua, ini bisa karena ada restitusi pajak. Pajaknya kan 11%, 1% itu sama pembeli, tapi diler nanggung restitusi dikhawatirkan itu baru setahun dibayar itu akan jadi beban. Malah itu ini bahan diskusi kita pertanyaannya apakah nggak bisa restitusi cuma sebulan dua bulan,” tutup Moeldoko.

Sumber: CNBCIndonesia

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan