Pemerintah menilai merosotnya konsumsi rumah tangga selama kuartal I 2020 sebagai efek domino pandemi virus corona. Meskipun COVID-19 ini baru berdampak di awal Maret 2020.
Konsumsi masyarakat selama kuartal I 2020 hanya tumbuh 2,84 persen (yoy). Angka ini merosot jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,02 persen (yoy).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, konsumsi tersebut akan semakin merosot di kuartal kedua tahun ini. Apalagi pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kini diperluas ke wilayah lainnya, tak hanya di Jabodetabek.
“Kuartal II kita harus antisipasi lagi jatuhnya, karena kan PSBB-nya sudah meluas, yang kemarin itu masih di Jabodetabek itu langsung turun 2,84 persen, itu jauh dari perkiraan awal,” ujar Sri Mulyani saat rapat kerja virtual dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (6/5).
Konsumsi rumah tangga memiliki andil 58,14 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) selama kuartal I 2020. Sri Mulyani melanjutkan, nilai dari konsumsi rumah tangga mencapai Rp 9.000 triliun dan 55 persennya berada di Pulau Jawa.
Sri Mulyani menegaskan, dengan adanya kebijakan masyarakat untuk tetap di rumah, maka negara kehilangan lebih dari Rp 5.000 triliun pada konsumsi rumah tangga.
“Orang kalau di rumah cuma makan saja, tidak keluar transport. Kalau tahun lalu kan konsumsi itu Rp 9.000 triliun lebih, Pulau Jawa 55 persen, lebih dari Rp 5.000 triliun. Sekarang kalau Rp 5.000 triliun di rumah, ya tidak akan sampai, makanya presiden bilang fokusnya ke situ,” jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, mengatakan merosotnya konsumsi rumah tangga disebabkan oleh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Peningkatan konsumsi kesehatan, pendidikan, perumahan, serta perlengkapan rumah tangga, ternyata tidak mampu mengimbangi penurunan konsumsi pakaian, alas kaki, jasa perawatan serta transportasi dan komunikasi.
“Dalam kondisi pembatasan aktivitas, masyarakat mengurangi konsumsi barang-barang kebutuhan nonpokok. Sinyal pelemahan konsumsi ini juga terlihat pada menurunnya indeks keyakinan konsumen dan penjualan eceran pada Maret 2020 sebesar -5,4 persen (yoy),” ujar Febrio dalam keterangannya, Selasa (5/5).
Dia mengatakan, pemerintah akan terus menyiapkan berbagai skenario dampak dari pandemi COVID-19 terhadap pertumbuhan ekonomi.
Menurut Febrio, setiap data baru akan digunakan untuk pemutakhiran asesmen pemerintah terhadap kondisi perekonomian riil dan sosial masyarakat.
Febrio menuturkan, merosotnya kinerja konsumsi masyarakat yang tajam di kuartal pertama 2020 juga memperkuat urgensi percepatan penyaluran bantuan sosial (bansos) di kuartal II 2020.
Sementara di sisi produksi, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk UMKM menjadi sangat kritikal dan perlu dilaksanakan secepatnya.
“Dengan bantalan pada kedua sisi ini, pemerintah berharap membantu meringankan tekanan terhadap rumah tangga dan pelaku usaha, terutama Ultra Mikro dan UMKM,” jelasnya.
Sumber: kumparan.com