IDTODAY.CO – Keris merupakan barang sarat akan nuansa mistik yang telah terkenal sejak zaman kerajaan di Indonesia. Biasanya keris merupakan koleksi para orang tua sebagai wujud pelestarian pusaka nenek moyang.

Akan tetapi nampaknya saat ini keris sudah menjadi barang yang familiar untuk kalangan generasi muda.

Baca Juga: Bayi Ini Lahir Menggenggam Alat Kontrasepsi dari Rahim Ibunya

Hal itu diungkapkan oleh kolektor keris Budiarto Danudjaja yang puluhan tahun berkecimpung di perkerisan. Dia mengaku heran ketika para anak muda menjadi penggemar keris dan mengikuti seminar tentang benda pusaka tersebut.

Budiarto sendiri merupakan dosen Departemen Filsafat Universitas Indonesia. Selama 26 tahun menggeluti dunia wartawan. 20 tahun di antaranya sebagai wartawan dan kemudian Redaktur Pelaksana harian Kompas. Berhenti jadi wartawan dan meneruskan studi filsafatnya.

Menurutnya, masuknya kaum muda di dunia perkerisan, berkat kemajuan teknologi informasi patut disyukuri. Tidak hanya membuat budaya lama seperti keris menjadi dihargai, akan tetapi juga membawa dampak kemajuan, angin segar yang baru bagi budaya nenek moyang yang sudah lama terlupakan.

Ia mengetahuI hal itu saat ikut Seminar Adopsi Keris beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Di Usia Senja, Atlet Lari Internasional Jadi Tukang Becak

“Penggemarnya orang muda semua. Luar biasa,” katanya dalam sebuah wawancara sebagaimana dikutip dari okezone.com (27/3/21).

Seminar Adopsi Keris di Museum Pusaka TMII diselenggarakan oleh anak-anak muda penggemar keris, yang berkelompok di grup Facebook Adopsi Keris.

Budiarto menegaskan, karena anak-anak muda berkeris, tidak heran jika pandangan dan persepsinya tentang keris berbeda.

“Sekarang anak-anak muda melihat keris sebagai investasi. Sebagai orang yang berpandangan lama, tidak perlu terlalu risau. Justru menurut saya, masuknya anak-anak muda dalam dunia keris, membuat keris jadi lebih dihargai,” ucapnya

Fenomena itu membuat keris menjadi lebih dihargai, ketika ia mulai meminati keris pada sekitar 1996, di pedesaan masih banyak sekali terdapat keris-keris tua pada berkarat tak terurus.

Ia melihat anak-anak muda tidak hanya membersihkan keris-keris berkarat dengan cara tradisional, tetapi juga dengan cara evaporasi. Diuapkan, sehingga keris menjadi bersih luar biasa terlihat gurat lamanya.

“Karena keris dilihat sebagai investasi, tidak heran jika keris-keris berpamor Ron Kendhuru era Mataram saya beli di Madura seharga Rp 1,7 juta, sekarang ini bisa 20, 30 kali lipat harganya,” tuturnya.

Budiarto mengungkapkan perbedaan antara investasi dan berjualan. Perbedaanya adalah, pada dodolan (jualan), ketika membeli memang memperhitungkan untuk menjual kembali.

“Karena itu ketertarikan nilai pribadi harus juga disetimbangkan dengan selera orang banyak (pasar),” ucapnya.

Sementara pada investasi, ketika membeli memang juga memperhitungkan pertumbuhan kandungan nilainya di masa depan (future value-nya).

“Bisa dijual kalau kepepet. Bisa juga tidak pernah dijual dan tetap jadi kelangenan kita, sehingga ketertarikan pribadi menjadi pertimbangan lebih dominan,” urainya.

“Tapi, what’s wrong with dodolan Mas? Kalau tidak ada yang jualan, ya tidak ada yang bisa membeli, tidak ada yg bisa mengoleksi, bukan begitu?,” Imbuhnya.

Budiarto mengatakan bahwa berjualan telah menjadi trend hampir seluruh lini kehidupan manusia modern.

“Yang penting bukan dijadikan yang terutama, apalagi satu-satunya matra kehidupan kita saja. Moga-moga saya tidak berlebihan,”pungkasnya.

Baca Juga: Viral, Semprot Cairan Pembasmi Serangga, Malah Katahuan Kalau Dapur Ini Jadi Sarang Ribuan Kecoak

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan