Demi Palestina, Presiden Iran Rela Injakkan Kaki ke Arab Saudi

Presiden Iran Ebrahim Raisi tiba di Arab Saudi pada hari Sabtu untuk menghadiri pertemuan puncak mengenai Gaza.

Kunjungannya kali ini menjadikannya presiden Iran pertama yang menginjakkan kaki di kerajaan Teluk itu selama bertahun-tahun, setelah mencairnya hubungan kedua negara yang bersaing lama pada awal tahun ini, yang membuat mereka memulihkan hubungan diplomatik.

Raisi terlihat menyapa pejabat Saudi setelah mendarat di bandara. Dia mengenakan syal keffiyeh tradisional Palestina.

Menjelang keberangkatannya, Raisi menekankan pentingnya persatuan negara-negara Islam. “Gaza bukanlah arena kata-kata. Ini harus menjadi arena tindakan,” ujarnya, melansir Saudi Press Agency, Sabtu, 11 November 2023.

“Mesin perang yang digunakan Israel di Gaza adalah milik AS. AS telah mencegah gencatan senjata di Gaza dan memperluas cakupan perang.” lanjutnya, sebelum bertolak ke Riyadh.

Baca Juga:  Pasukan Israel Tembak Bocah 3 Tahun di Kepala, Tewas di Rumah Sakit

Situs berita Iran, Tasnim, melaporkan bahwa presiden Iran itu akan mengusulkan pada pertemuan puncak itu agar negara-negara Muslim melarang penggunaan wilayah udara mereka oleh Israel.

Dia juga akan mengusulkan untuk mencegah Amerika Serikat mengirimkan senjata ke Israel dari pangkalan militer di Timur Tengah. Beberapa negara Barat mengecam Teheran atas dukungannya terhadap kelompok Hamas, yang menguasai Jalur Gaza dan ditetapkan sebagai organisasi teroris di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Israel dan Jerman, serta Uni Eropa.

KTT tersebut menggabungkan pertemuan Liga Arab dan pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang awalnya dimaksudkan untuk diadakan secara terpisah.

Pada Sabtu pagi waktu setempat, Kementerian Luar Negeri Saudi mengumumkan bahwa kedua KTT tersebut akan diadakan menjadi satu pertemuan.

Keputusan tersebut menggarisbawahi pentingnya mencapai “posisi kolektif yang bersatu yang mengekspresikan kehendak bersama Arab dan Islam mengenai perkembangan berbahaya dan belum pernah terjadi sebelumnya yang terjadi di Gaza dan wilayah Palestina.”

Pada hari Jumat, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman mengutuk Israel, sebagai “apa yang dihadapi Jalur Gaza dari serangan militer, penargetan warga sipil, pelanggaran hukum internasional oleh otoritas pendudukan Israel,” dalam komentar publik pertamanya mengenai konflik tersebut sejak konflik itu dimulai pada 7 Oktober silam.

KTT ini diadakan di tengah perpecahan yang dilaporkan di antara negara-negara Arab, dimana sekelompok negara yang menormalisasi hubungan dengan Israel pada tahun 2020 dilaporkan menolak proposal yang yang mengancam akan mengganggu pasokan minyak ke Israel dan sekutunya, serta memutuskan hubungan ekonomi dan diplomatik dengan Israel.

Baca Juga:  Kelompok Bantuan Berjibaku Menolong Korban Perang Israel-Hamas Ditengah Blokade Gaza

Hanya sedikit negara Arab yang memiliki hubungan formal dengan Israel. Negara-negara yang melakukan hal tersebut termasuk Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan.

Pada tahun 1973 hingga 1974, ketika tidak ada hubungan seperti itu, negara-negara penghasil minyak Arab menciptakan apa yang kemudian dikenal sebagai “Kejutan Minyak” setelah menerapkan embargo minyak sebagai tanggapan atas dukungan AS terhadap Israel selama Perang Yom Kippur.

Embargo tersebut menyebabkan meroketnya harga minyak di seluruh dunia.

Sumber: VIVA.co.id

Tulis Komentar Anda di Sini

Scroll to Top