Usulan Gencatan Senjata Ditolak, Hamas Siapkan Taktik Untuk Jebak Israel Di Gaza

Usulan Gencatan Senjata Ditolak, Hamas Siapkan Taktik Untuk Jebak Israel Di Gaza (Foto: REUTERS/Amir Cohen)

Jumlah warga Palestina yang menjadi korban agresi militer Israel terus bertambah. Perang Israel vs Hamas juga tidak akan berhentik dalam waktu dekat.

Pasalnya, Amerika Serikat (AS) sekutu Israel menolak untuk mendesak bangsa Yahudi tersebut menghentikan agresi militer di Gaza. Di sisi lain, pasukan Hamas juga telah bersiap menjebak Israel di wilayah Gaza.

Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken menolak untuk membujuk Israel melakukan gencatan senjata. Desakan gencatan senjata itu disampaikan negara-negara Arab kepada Blinken untuk disampaikan langsung ke Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Blinken melakukan perjalanan keduanya ke Israel sejak Israel dan Hamas berperang pada 7 Oktober. Perang Hamas-Israel pecah setelah ketika kelompok militan Palestina itu menyerbu Israel dari Gaza yang diklaim para pejabat Israel menewaskan 1.400 orang, dan lebih dari 240 lainnya disandera.

Sementara, pejabat Kementerian Jesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan lebih dari 9.250 warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel sejak saat itu.

AS hanya berusaha membujuk Israel untuk memberlakukan jeda pertempuran, sebuah gagasan yang ditolak oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu setelah bertemu dengan Blinken pada Jumat (3/11/2023).. “Gencatan senjata sekarang hanya akan membuat Hamas tetap bertahan, mampu berkumpul kembali dan mengulangi apa yang dilakukannya pada 7 Oktober,” kata Blinken.

Jebakan Hamas untuk tentara Israel

Hamas bersiap menghadapi perang yang panjang dan berlarut-larut di Jalur Gaza. Kelompok itu yakin mereka dapat menahan kemajuan Israel cukup lama untuk memaksa musuh bebuyutannya menyetujui gencatan senjata. Demikian dikatakan dua sumber yang dekat dengan pimpinan organisasi tersebut.

Hamas, yang menguasai Gaza, telah menimbun senjata, rudal, makanan, dan pasokan medis, menurut sumber yang menolak disebutkan namanya karena sensitifnya situasi.

Kelompok tersebut yakin ribuan anggotanya akan dapat bertahan selama berbulan-bulan di kota yang memiliki terowongan yang dibuat jauh di bawah wilayah kantong Palestina dan membuat pasukan Israel frustrasi dengan taktik gerilya perkotaan, kata sumber tersebut kepada Reuters.

Baca Juga:  Setelah Chili dan Kolombia, Bolivia Juga Memutuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel

Pada akhirnya, Hamas yakin tekanan internasional kepada Israel untuk mengakhiri pengepungan tersebut seiring dengan meningkatnya jumlah korban warga sipil, dapat memaksa dilakukannya gencatan senjata dan penyelesaian yang dinegosiasikan.

Hal tersebut diharapkan akan membuat kelompok tersebut muncul dengan konsesi nyata seperti pembebasan ribuan tahanan Palestina sebagai ganti sandera Israel, kata sumber tersebut.

Kelompok tersebut menjelaskan kepada AS dan Israel melalui negosiasi penyanderaan tidak langsung yang dimediasi Qatar bahwa mereka ingin memaksakan pembebasan tahanan dengan imbalan sandera, menurut empat pejabat Hamas, seorang pejabat regional dan seseorang yang akrab dengan Gedung Putih.

Dalam jangka panjang, Hamas mengatakan mereka ingin mengakhiri blokade Israel yang sudah berjalan selama 17 tahun di Gaza, dan menghentikan perluasan permukiman Israel serta apa yang dianggap warga Palestina sebagai tindakan keras pasukan keamanan Israel di Masjid Al Aqsa, masjid paling suci bagi umat Islam di Yerusalem.

Pada Kamis (2/11/2023), para pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan untuk dilakukannya jeda kemanusiaan di Gaza. Mereka mengatakan bahwa warga Palestina di Gaza menghadapi “risiko besar terjadinya genosida.” Banyak ahli melihat krisis ini semakin meningkat, tanpa adanya akhir yang jelas bagi kedua belah pihak.

“Misi untuk menghancurkan Hamas tidak mudah dicapai,” kata Marwan Al Muasher, mantan Menteri Luar Negeri Yordania dan wakil perdana menteri yang kini bekerja untuk Carnegie Endowment for International Peace di Washington.

“Tidak ada solusi militer terhadap konflik ini. Kita berada dalam masa-masa kelam. Perang ini tidak akan berlangsung singkat,” katanya.

Israel mengerahkan senjata udara dalam jumlah besar sejak serangan 7 Oktober, yang menyebabkan kelompok bersenjata Hamas keluar dari Jalur Gaza, menewaskan 1.400 warga Israel dan menyandera 239 orang.

Baca Juga:  Erdogan: Turki Akan Deklarasikan Israel Sebagai Penjahat Perang

Serangan udara Israel menghantam kamp pengungsi yang padat di Gaza pada Selasa, menewaskan sedikitnya 50 warga Palestina dan seorang komandan Hamas.

Adeeb Ziadeh, pakar Palestina dalam urusan internasional di Universitas Qatar yang mempelajari Hamas, mengatakan kelompok itu pasti memiliki rencana jangka panjang untuk menindaklanjuti serangannya terhadap Israel.

“Mereka yang melakukan serangan 7 Oktober dengan tingkat kemahiran, tingkat keahlian, presisi dan intensitas seperti ini, pasti sudah mempersiapkan diri untuk pertempuran jangka panjang. Hamas tidak mungkin melakukan serangan seperti itu tanpa persiapan yang matang. dan menggerakkan diri untuk hasilnya,” kata Ziadeh kepada Reuters.

Washington memperkirakan, Hamas akan berusaha menghambat pasukan Israel dalam pertempuran jalanan di Gaza dan menimbulkan korban militer yang cukup besar serta dukungan publik Israel terhadap konflik yang berkepanjangan, kata sumber yang mengetahui pemikiran Gedung Putih.

Meskipun demikian, para pejabat Israel telah menekankan kepada AS yang juga sekutunya bahwa mereka siap menghadapi taktik gerilya Hamas serta menahan kritik internasional atas serangan mereka, menurut sumber tersebut. Apakah negara tersebut mempunyai kemampuan untuk melenyapkan Hamas atau hanya melemahkan organisasi tersebut, masih menjadi pertanyaan terbuka, sumber itu menambahkan.

Hamas memiliki sekitar 40.000 anggota, menurut sumber di kelompok tersebut. Mereka dapat bergerak di sekitar daerah kantong menggunakan jaringan terowongan berbenteng yang luas, panjang ratusan kilometer dan kedalaman hingga 80 meter, yang dibangun selama bertahun-tahun.

Pada Kamis (2/11/2023), kelompok di Gaza terlihat muncul dari terowongan untuk menembaki tank, kemudian menghilang kembali ke dalam jaringan, menurut warga dan video.

Militer Israel mengatakan, tentara dari unit teknik tempur khusus Yahalom telah bekerja dengan pasukan lain untuk menemukan dan menghancurkan terowongan, dalam apa yang disebut oleh juru bicaranya sebagai “pertempuran perkotaan yang kompleks” di Gaza.

Baca Juga:  Viral! Sosok Jenderal Yahya Saree, Jubir Angkatan Bersenjata Yaman yang Umumkan Serangan Terhadap Israel

Hamas telah melancarkan serangkaian perang dengan Israel dalam beberapa dekade terakhir. Ali Baraka, kepala Hubungan Eksternal Hamas yang berbasis di Beirut, mengatakan pihaknya secara bertahap meningkatkan kemampuan militernya, khususnya rudalnya.

Pada perang Gaza 2008, roket Hamas memiliki jangkauan maksimum 40 km, tetapi jangkauannya meningkat menjadi 230 km pada konflik 2021, tambahnya. “Dalam setiap perang, kami mengejutkan Israel dengan sesuatu yang baru,” kata Baraka kepada Reuters.

Seorang pejabat yang dekat dengan gerakan Hezbollah Lebanon yang didukung Iran, yang bersekutu dengan Hamas, mengatakan kekuatan tempur kelompok Palestina sebagian besar tetap utuh setelah pengeboman selama berminggu-minggu.

Hezbollah memiliki ruang operasi militer gabungan di Lebanon dengan Hamas dan faksi sekutu lainnya dalam jaringan regional yang didukung oleh Iran, menurut pejabat Hezbollah dan Hamas.

Penghancuran Israel

Hamas menyerukan penghancuran Israel dalam piagam pendiriannya pada 1988. Dalam dokumen selanjutnya yang dikenal sebagai piagam 2017, kelompok tersebut kali pertama menerima gagasan negara Palestina dalam batas-batas yang diklaim Israel pada 1967 setelah Perang Enam Hari.

Namun, Hamas tidak secara eksplisit mengakui hak eksistensi Israel. Pejabat Hamas Osama Hamdan, yang berbasis di Beirut, mengatakan serangan 7 Oktober dan perang Gaza yang sedang berlangsung akan mencuatkan kembali isu negara Palestina ke permukaan.

“Ini adalah kesempatan bagi kita untuk mengatakan kepada mereka bahwa kita bisa menentukan nasib kita dengan tangan kita sendiri. Kita bisa mengatur persamaan di kawasan ini dengan cara yang sesuai dengan kepentingan kita,” katanya kepada Reuters.

Hamas memperoleh pengaruh setelah perjanjian perdamaian Oslo, yang disepakati antara Israel dan Otoritas Palestina (PA) pada 1993 untuk mengakhiri konflik selama beberapa dekade, menemui jalan buntu.

Sumber: kontan.co.id

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan