IDTODAY.CO – Ada pelajaran menarik yang bisa dipetik dari pandemik Covid-19 yang saat ini melanda negara-negara. Semua hal dilakukan secara jarak jauh, delivery, atau online. Semua orang ‘dipaksa’ memanfaatkan teknologi. Di satu sisi ini hal yang sangat membantu. Namun, di sisi lain ada banyak yang harus dikorbankan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan, bila tidak ada pandemik, seminar-seminar banyak dilakukan di hotel-hotel atau ruang konferensi.
“Contohnya sekarang, yang diselenggarakan oleh vox populi Institute ini. Ini adalah salah satu contohnya, bila tidak ada pandemik rasanya seminar ini pasti dilakukan hotel atau di ruang konferensi, mengundang banyak orang, kemudian kita semua datang, ada coffee break, ada ngobrol, ada harapan, ada macam-macam,” ujar Anies dalam forum webinar yang diselenggarakan Vox Populi Institute Indonesia, Kamis (25/6), dan disiarkan secara langsung.
Namun, karena ada pandemik ini semua dipaksa untuk memanfaatkan teknologi. Hanya dengan adanya pandemik ini kita akhirnya memanfaatkan teknologi pada banyak hal.
“Alhamdulillah bisa nyambung seminar online, belajar online, dan semua yang serba online. Hanya saja ada efek rumitnya juga,” lanjut Anies.
‘Efek rumit’ yang dimaksud Anies adalah jika semua pertemuan dilakukan secara online dan dalam jangka panjang, maka hotel-hotel sepi, ruang pertemuan tidak ada yang menyewa, tidak ada yang order makanan untuk coffee break, lalu restoran sepi. Ada banyak sisi ekonomi yang tidak berjalan.
Anies menyebut, biasanya jika Kemdikbud membuat seminar pendidikan se-Indonesia, maka yang datang sekitar 2000 hingga 3000 orang dari berbagai perwakilan daerah, yang berarti terjadi pergerakan perekonomian di Jakarta.
“Gara-gara kita menggunakan vicon, maka pergerakan ekonomi hanya sampai di sini. Kita menggantinya dengan membuka ruang bagi pemanfaatan teknologi.”
Untuk sektor pendidikan, Anies memandang sangat sulit bila berlangsung secara terus menerus dengan sistem online. Pendidikan bisa saja memanfaatkan teknologi, namun tetap tidak bisa menggantikan proses yang biasa dilakukan.
“Saya sering tanya sama guru-guru kita di sini; Ibu Bapak Guru, bisakah teknologi menggantikan guru? Hampir semua guru selalu bilang tidak bisa. Itu ndak bisa!” tekan Anies.
“Lalu saya jawab lagi, barangkali pertanyaan yang salah, harusnya pertanyaannya begini; Guru macam apa yang bisa digantikan teknologi, dan guru macam apa yang tidak bisa digantikan teknologi?” ujar Anies.
Menurut Anies, dari pertanyaan itu maka terungkap bahwa ada tipe-tipe guru yang bisa diganti dengan teknologi, tetapi ada tipe guru yang tidak bisa digantikan dengan teknologi.
“Guru yang mekanistik, guru yang mengajar itu-itu saja, guru yang bahannya itu bisa ganti PowerPoint dan video, mungkin itu bisa guru yang bisa digantikan dengan teknologi.”
Anies pun mengungkapkan, yang dibutuhkan siswa adalah ‘sosok’ guru yang pada saat ia datang bisa membawa suasana ceria dan memberikan bermacam-macam inspirasi.
“Kalau guru yang datang dengan hati dan macam-macam inspirasi, maka apa pun itu tidak akan bisa menggantikan guru,” tegas Anies.
Sumber: Rmol.id