5 Sekawan Hakim MK yang Setuju Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, Ini Rekam Jejaknya

Seluruh gugatan yang diajukan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK Nurul Ghufron dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi alias MK. Salah satunya ihwal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.

Kendati begitu, sempat terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat antar hakim MK. Dissenting opinion tersebut disampaikan oleh empat Hakim. Mereka menolak memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.

Sementara itu, lima hakim lainnya menyetujui perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Mereka adalah Anwar Usman, Arief Hidayat, Manahan M. P. Sitompul, Daniel Yusmic, dan Guntur Hamzah. Dilansir dari mkri.id, berikut adalah profil kelima hakim tersebut.

Anwar Usman

Anwar Usman dibesarkan di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat, mengaku. Lulus dari SDN 03 Sila, Bima pada 1969, Anwar harus meninggalkan desa dan orang tuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) selama 6 tahun hingga 1975. Lulus dari PGAN pada 1975, atas restu Ayahanda (Alm.) Usman A. Rahim beserta Ibunda Hj. St. Ramlah, Anwar merantau lebih jauh lagi ke Jakarta dan langsung menjadi guru honorer pada SD Kalibaru.

Di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah diduduki ipar Jokowi ini, antara lain menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003 yang kemudian berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006. Lalu pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.

Baca Juga:  Geledah Kantor Tri Rismaharini, KPK Kumpulkan Bukti Dugaan Korupsi Bansos Beras

Arief Hidayat

Setelah dua tahun menjadi hakim konstitusi, Arief Hidayat ustru mendapatkan kepercayaan lebih besar dengan terpilih secara aklamasi menjadi Ketua MK periode 2014-2017. Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tersebut mengisahkan tak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya untuk duduk dalam posisinya sekarang sebagai seorang hakim konstitusi.

Sedari kecil, ia hanya memiliki satu cita-cita, yakni menjadi seorang pengajar. Namun ketika ditanya alasannya mendalami ilmu hukum, Arief mengungkapkan sejak SMU, kecenderungan dalam dirinya tertarik pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial.

Manahan M. P. Sitompul

Manahan Malontinge Pardamean Sitompul terpilih menggantikan Hakim Konstitusi Muhammad Alim yang memasuki masa purna jabatan April 2015. karier hakimnya dimulai sejak dilantik di PN Kabanjahe tahun 1986, selanjutnya berpindah-pindah ke beberapa tempat di Sumatera Utara sambil menyelesaikan kuliah S2 hingga tahun 2002 dipercaya menjadi Ketua PN Simalungun.

Pada tahun 2003, ia dimutasi menjadi hakim di PN Pontianak dan pada tahun 2005 diangkat sebagai Wakil Ketua PN Sragen. Pada 2007, ia kembali dipercaya sebagai Ketua PN Cilacap. Setelah diangkat menjadi Hakim Tinggi PT Manado tahun 2010, diminta tenaganya memberi kuliah di Universitas Negeri Manado (UNIMA) dengan mata kuliah Hukum Administrasi Negara pada program S2. Setelah mutasi ke PT Medan tahun 2012, Universitas Dharma Agung (UDA) dan Universitas Panca Budi (UNPAB) memintanya memberi kuliah di kampus tersebut

Baca Juga:  Peran Tangan Kanan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono Mulai Digali KPK

Daniel Yusmic

Lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 15 Desember 1964, Daniel merupakan putra ke-5 dari tujuh bersaudara. Ia lahir dari pasangan Esau Foekh dan Yohana Foekh-Mozes. Daniel pun menempuh kuiah di Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (UNDANA). Sebelumnya, ia ingin mengambil jurusan hukum perdata.

Perjalanan hidup Daniel tidak bisa dipisahkan dari dunia aktivis. Ia tercatat aktif dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kupang sejak terdaftar menjadi mahasiswa pada 1985. Usai lulus dari UNDANA pada 1990, ia mengungkapkan niatnya untuk mengikuti tes wartawan professional pada 1991 di Yogyakarta. Sayangnya, ia tidak lolos dalam tes tersebut.

Bagi Arief, MK bukanlah merupakan lembaga yang asing. Pria kelahiran Semarang, 3 pebruari 1956 ini bukan “orang baru” di dunia hukum, khususnya hukum tata negara. Selain aktif mengajar, ia juga menjabat sebagai ketua pada beberapa organisasi profesi, seperti Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.

Baca Juga:  Novel Baswedan: Kalau Kami Merah, Kenapa Mau Disalurkan ke BUMN?

Guntur Hamzah

M. Guntur Hamzah, lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 8 Januari 1965. Menyelesaikan pendidikan sarjana hukum (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar tahun 1988. Menyelesaikan Pendidikan magister hukum (S2) pada Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung pada 1995.

Guntrur menyelesaikan Pendidikan Doktor (S3) pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya tahun 2002 dengan predikat kelulusan atau yudisium “cum laude”. Dan sejak bulan Februari 2006, Guntur Hamzah menduduki jabatan akademik Guru Besar di bidang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Guntur Hamzah pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian, Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Pada 2015 hingga 2022, ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi. Sejak 23 November 2022, mendapat tugas negara menjadi Hakim Konstitusi.

Sumber: Tempo.co

Tulis Komentar Anda di Sini

Scroll to Top