Lebih lanjut, Chusnul Mariyah meminta para perempuan Indonesia untuk sadar diri dan meningkatkan kemampuannya berpolitik. Namun demikian dirinya menyadari bahwa kesalahan pikir tersebut tidak mutlak datangnya dari para politisi perempuan, namun juga dari proses rekrutmen partai.

“Biasanya kalau perempuan cerdas dikatakan galak, sehingga tidak direkrut. Yang direkrut yang feminim tunduk pada kemauan pimpinan partai dan bandar, makanya yang diambil, istrinya, saudaranya, pacarnya dan orang-orang terdekat,” ujarnya.

Baca Juga:  Pertimbangkan Tunda Pilkada 2020 Karena Anggaran Belum Cair, Arief Budiman: Terus Terang Kami Risau

Hal tersebut berakibat, kata Politisi dari Partai Gelora ini, perempuan menilai politik itu kotor. Meskipun kenyataannya, kuota perempuan di parlemen sudah mencapai 21 persen saat ini.

“Perempuan tetap menganggap politik kotor, tapi dia sendiri tidak mau ikut membersihkan. Inilah problem kita saat ini, nah Partai Gelora sebagai partai baru jangan seperti partai-partai yang sudah ada,” tegasnya.

Baca Juga:  Bendera Lambang Ka’bah Front Pembangunan Perubahan Sambut Anies-Cak Imin di KPU

Diapun meminta politisi perempuan untuk berperan aktif dan berani “bertarung (fight) dan tidak sekadar menjadi follower. Menurutnya, perempuan harus berperan aktif dengan didukung kemampuan komunikasi membaca narasi persoalan bangsa.

“Jadi, perempuan itu harus percaya diri, perempuan masih dipandang sebelah mata, makanya jangan heran kalau partai politik banyak artisnya,” pungkasnya.[rmol/brz/nu]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan