Jika ada seseorang yang menggugat keberadaan Rabithah Alawiyah di pengadilan untuk mencari kebenaran tentang keturunan Rasulullah di Indonesia.
“Kalau ada yang melaporkan Rabithah Alawiyah ke polisi jangan disangka ngak-ngak tapi demi sesuatu yang ilmiah,” Pengasuh Pondok Pesantren Roudlatul Fatihah Plered Bantul Muhammad Fuad Riyadi atau Fuad Plered di Channel YouTube-nya.
Kata Fuad Plered, pengadilan bisa membuktikan fakta sebenarnya sosok Ubaidillah yang diklaim pihak Rabithah Alawiyah sebagai jalur keturunan Rasulullah.
“Kalau memang Syaikh Ubaidillah tidak terbukti putranya Sayyid Isa Almuhajir, apa tho gunanya? Selamanya klaim Ubaidillah keturunan Rasulullah dipakai untuk ekspliotasi dunia dan gerakan politik. merugikan umat Rasulullah,” papar Fuad Plered.
Kata Fuad Plered, Rabithah Alawiyah mengekspolitasi atas pengakuan keturunan Rasulullah tetapi merugikan Umat Islam. “Hadits-hadits palsu tentang zuriyah Rasulullah, kalau di pengadilan dengan tes DNA. pasti ambyar,” tegasnya.
Sedangkan KH Imaduddin Utsman Al Bantani tidak setuju persoalan nasab Rasulullah termasuk keberadaan Rabithah Alawiyah dilaporkan ke pengadilan.
Baca juga: Pemuda Aswaja: Fuad Plered bukan Gus dan tak Bisa Baca Kitab Turats
“Penelitian penulis tentang nasab Ubaidillah apakah betul adalah anak Ahmad bin Isa?, muaranya adalah pengetahuan bukan pengadilan,” paparnya.
Kata Kiai Imaduddin, persoalan nasab masuk dalam ranah dalil-dalil ilmiyah dari kedua-belah pihak, yang jika berakhir pada titik yang sama, maka kesimpulan pengetahuan itu adalah muttafaq alaih (disepakati), baik muttafaq alaih fi al itsbat (menetapkan), atau fi al nafyi (menafikan).
“Dan jika nanti ujungnya berseberangan maka pengetahuan itu adalah termasuk mukhtalaf fihi (diperselisihkan),” tegasnya.
Menurut Kiai Imaduddin, Madzhab Hanafi berijtihad bahwa Bani Mutolib tidak termasuk yang haram menerima zakat, sedangkan Madzhab Syafi’I memasukan mereka. Keduanya berjalan sebagai sebuah pengetahuan (tesis/ijtihad) walaupun posisinya diametral. Tidak ada sejarah keduanya saling lapor ke qadli.
Konsekwensi sebuah pengetahuan bagi orang awam adalah mempercayainya atau tidak mempercayainya. Taklid atau tidak taklid. Tentunya, pengetahuan yang disepakati nilainya lebih kuat dari pengetahuan yang tidak disepakati.
Baca juga: Pengamat: Ada Dugaan Rezim Jokowi Ingin Sita Semua Aset FPI
Nasab Ubaidillah sebagai anak Ahmad itu, terdeteksi secara ilmiyah, sudah ada sejak habib Ali al-Sakran (w. 895 H.). sampai saat ini sudah berjalan selama 549 tahun. Jadi, Rabitah alawiyah tidak bisa dikatakan berbohong, karena mereka punya dalil-dalil ilmiyah yang bermunculan dari kitab-kitab tentang nasab tersebut dari rentang waktu antara tahun 895 sampai 1444 H. walaupun sebelum tahun 895 H. itu tidak dapat dibuktikan.
“Berbeda, jika umpamanya ada oknum yang mengklaim nasab itu untuk menipu orang lain dengan mengkapitalisasi nasab itu. Maka, orang yang merasa tertipu dengan klaim itu bisa melaporkannya, untuk selanjutnya bisa diuji apakah benar ia sebagaimana nasab yang diakuinya. Bisa dengan pembuktian ilmu nasab atau tes DNA,” pungkasnya.
Sumber: suaranasional