Keputusan pembatalan keberangkatan jemaah haji tahun 2020 dikecam. Pasalnya, pemerintah dalam hal ini Menteri Agama Fachrul Razi membuat kebijakan tersebut secara sepihak tanpa melibatkan Komisi VIII DPR selaku mitra kerja.
Sesuai UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah bahwa pembatalan haji harus disetujui bersama antara pemerintah dan DPR.
“Keputusan ini memang keterlaluan. Apalagi masalah haji ini adalah masalah sensitif bagi umat Islam,” ujar Koordinator Komunitas Anak Muhammadiyah, Amirullah Hidayat, Rabu (3/6).
Apabila keputusan Menteri Agama ini dibiarkan begitu saja, maka sangat berbahaya bagi kehidupan bernegara, karena ini bukan masalah hukum syariah (hukum agama) semata yang dilanggar, tapi juga UU.
“Kalau secara hukum agama Islam pembatalan haji tidak berdosa bila ada sebab, seperti keselamatan jiga, tetapi kebijakan sepihak Menag ini telah melanggar UU. Oleh karena Komisi VIII DPR diminta untuk mengambil sikap tegas atas kesewenang Menteri Agama ini,” tutur Amirullah Hidayat.
Dan yang jadi pertanyaan, anggaran untuk penyelenggaraan haji sebesar Rp 325 miliar dari APBN, dikemanakan setelah pelaksanaan haji batal tahun ini.
“Anggaran ini mau dikemanakan? Pemerintah tidak bisa menggunakan dana tersebut tanpa persetujuan DPR. Padahal saat pembahasan anggaran APBN 2020, Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto sudah mengusulkan dana tersebut agar dapat dialokasikan untuk pesantren atau guru madrasah,” sebut Amirullah Hidayat.
Ditegaskannya lagi, pembatalan haji sepihak ini juga akan bisa menjadi isu yang tidak baik bagi pemerintah khususnya bagi umat Islam.
“Nanti jangan disalahkan, bila umat Islam berpikir bahwa pembatalan haji sepihak oleh pemerintah karena uang haji sudah tidak ada karena telah dipakai untuk pembangunan infrastruktur, virus corona hanya di jadikan alasan saja,” demikian Amirullah Hidayat.
Sumber: rmol.id