Sentimen bangsa Indonesia terhadap Negeri Tirai Bambu kembali memuncak. Setelah dulu sempat hangat dengan kasus Uighur, kemudian disusul kasus Tenaga Kerja Asing (TKA) dan Laut China Selatan.
Kini dengan adanya kasus perbudakan ABK Indonesia di kapal Ikan Longxing 629 milik China dan pelarungan 3 orang ABK menambah panas hati bangsa Indonesia atas ulah sang kapten kapal tersebut.
Pengusiran terhadap Dubes China di Jakarta pun menjadi rentetan dari permasalahan itu. Hal ini disampaikan oleh Serikat Pekerja Migran Indonesia (SPMI) dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/5).
Video tentang pembuangan jenazah Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan China yang diposting seorang pemilik akun YouTube Korea Reomit Jang Hansol menjadi topik yang hangat di dalam negeri. Pasalnya peran Pemerintah RI dalam melindungi warga negaranya di sini menjadi pertanyaan serius.
Saat ini, Pemerintah Indonesia sedang memantau kasus ini, baik melalui Perwakilan Indonesia di Selandia Baru, RRT dan Korea Selatan maupun di Pusat. Pada Desember 2019 dan Maret 2020 Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mendapatkan informasi bahwa kapal Long Xin 629 dan Long Xin 604, telah terjadi kematian 3 ABK WNI saat sedang belayar di Samudra Pasifik.
“Kami SPMI mendesak Pemerintahan RI agar mengusut tuntas kasus ini. Permasalahan ini bukan semata tentang pelarungan jenazah saja, tetapi ada masalah lain yang mendasar yang terjadi,” kata Sekjen SPMI Nicho Silalahi.
Di berbagai pemberitaan, Nicho menyebut telah terjadi eksploitasi terhadap manusia dalam kapal tersebut dan kemungkinan besar para ABK itu tidak bisa lari dikarenakan paspor mereka disita serta ada semacam uang deposit yang diserahkan.
“Bahkan para ABK ini juga mengaku telah mendapatkan diskriminasi selama bekerja di kapal, mereka terpaksa harus minum air laut hasil penyulingan yang sering kali membuat mereka jatuh sakit, Sementara itu para ABK asal China, bisa meminum air tawar dari botol kemasan yang dibawa dari darat,” bebernya.
Dari pengakuan ABK yang dilansir MBC Korea, mereka diharuskan bekerja lebih dari seharian, istirahat cuma setiap 6 jam, yakni saat makan siang. Bahkan ada juga ABK mengakui bekerja 30 jam secara marathon. Mereka juga dipaksa melakukan tindakan ilegal yakni menangkap hiu untuk diambil siripnya.
Sambung Nicho, ini bukan semata hanya kasus pembuangan atau pelarungan jenazah ABK asal Indonesia dari atas kapal milik China tersebut, tetapi telah terjadi sebuah bentuk kejahatan kemanusian, karena adanya tindakan kerja paksa/rodi dan perlakuan tidak manusiawi yang dialami oleh para ABK khususnya asal Indonesia, serta pelanggaran HAM lainnya. Semua itu masuk dalam perbudakan modern.
“Untuk itulah SPMI menuntut kepada Pemerintahan RI agar segera mengusut tuntas kasus ini dan seret pelaku serta pihak lain yang terlibat ke pengadilan internasional. Kemudian mendesak Pemerintah Pusat untuk segera menarik Dubes RI dan mengusir Dubes China dari Indonesia, serta mengusir seluruh “Tenaga Kerja Asing” asal China dan memberikan perlindungan terhadap seluruh Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan secara aktif menghentikan para PMI sebagai tumbal devisa negara,” tandasnya.
Sebelumnya, menurut Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kemlu, Judha Nugraha, melarung jenazah dapat dibenarkan jika mengacu pada ILO Seafarer’s Servis Regulation yang telah mengatur prosedur pelarungan jenazah (Burial at Sea).
Dalam ketentuan ILO itu disebutkan bahwa kapten kapal dapat memutuskan melarung jenazah dalam kondisi antara lain meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas menyimpan jenazah sehingga berdampak pada kesehatan di atas kapal.
Sumber: samudranesia