IDTODAY.CO – Aktivis kemanusiaan dan HAM, natalius pigai menyoroti kemunculan aplikasi Injil berbahasa Minangkabau yang sempat menghebohkan publik Tanah Air.
Menurutnya, aplikasi Injil tersebut tidak sesuai dengan adat dan budaya masyarakat Minangkabau yang memiliki falsafah ‘Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah’.
Natalius pigai berpendapat, suatu instrumen harus didasarkan pada tiga akses utama dalam pengadaannya.
“Suatu instrumen (barang) diadakan berdasar atas asas: Nesesitas, urgensitas dan utilitas,” cuit Natalius Pigai dalam akun Twitter pribadi, Jumat (5/6).
Natalius pigai berpedoman, suatu instrumen yang tidak sesuai dengan tiga asas yang disebutkan, maka tidak layak untuk diterbitkan. Begitu juga dengan aplikasi Injil berbahasa Minangkabau tersebut.
Menurutnya, cukuplah Injil berbahasa Indonesia bagi orang yang hendak mempelajari kitab suci tersebut dan tidak harus menghadirkan dalam versi bahasa Minangkabau dana sudah tidak relevan lagi.
“Dilihat dari 3 asas ini, maka aplikasi Injil Bahasa Minang jadi tidak relevan. Jika ada orang yg punya niat membaca, maka Alkitab berbahasa Indonesia sudah cukup,” pungkasnya.[Brz]