Siapkah Indonesia Menyongsong The New Normal saat Pandemi Corona?

Presiden Jokowi (kanan) berbincang dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tinjau kesiapan penerapan prosedur standar New Normal di sarana publik. Foto: Setpres

Indonesia tengah bersiap menyambut fase baru dalam menghadapi virus corona, yaitu hidup berdampingan dengan virus tersebut atau yang disebut dengan new normal. Pemerintah pun menyiapkan prosedur untuk diterapkan di sarana publik sepanjang obat dan vaksin COVID-19 belum ditemukan.

Demi memastikan kesiapan penerapan prosedur new normal, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meninjau sejumlah sarana publik di sekitar Stasiun MRT Bundaran HI. Dalam kunjungan kerja itu, ia didampingi oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz.

“Saya datang ke Stasiun MRT dalam rangka memastikan bahwa mulai hari ini akan digelar oleh TNI dan Polri, pasukan untuk berada di titik-titik keramaian dalam rangka mendisiplinkan, lebih mendisiplinkan masyarakat mengikuti protokol kesehatan sesuai PSBB,” kata Jokowi, Selasa (26/5).

Polri dan TNI memang diminta Jokowi untuk mengawasi masyarakat dalam menjalankan prosedur new normal. Dua aparat berseragam itu akan mendisiplinkan warga agar tidak terjadi pelanggaran.

Pendisiplinan yang dimaksud ialah pengawasan terhadap sejumlah aturan untuk mencegah penularan virus corona. Di antaranya mengenakan masker, menjaga jarak satu sama lain, dan mencuci tangan.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menjelaskan, new normal akan diterapkan di 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota. Anggota TNI dan polisi akan diterjunkan di wilayah-wilayah tersebut.

“Seperti yang disampaikan Presiden (penerapan new normal) adalah 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota. Objeknya adalah tempat-tempat lalu lintas masyarakat, mal-mal, pasar rakyat, dan tempat pariwisata,” kata Hadi
“Dari data yang ada di 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota, ada 1.800 objek yang akan kita laksanakan pendisiplinan tersebut,” lanjutnya.

Untuk penerapan new normal tahap pertama akan dilaksanakan secara serentak di empat kawasan, yaitu di DKI Jakarta khususnya di kawasan Bundaran HI; Bekasi, Provinsi Jawa Barat; Provinsi Sumatera Barat; dan Provinsi Gorontalo.

Demi mendukung rencana tersebut, BPOM mengeluarkan panduan bagi masyarakat untuk menghadapi new normal. Bundel itu menjelaskan mulai dari gejala COVID-19 hingga tata cara mencuci tangan, berbelanja, hingga memastikan makanan agar dapat terhindar dari penularan virus corona.

Pemerintah sendiri memiliki alasan new normal bisa diterapkan. Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, salah satu syarat penerapan new normal ialah indeks penularan virus corona (Ro) di bawah 1.

Menurutnya, DKI Jakarta menjadi salah satu provinsi yang memenuhi itu. Hasil tersebut didapatkan karena penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ketat.

“Ini ada penurunan kalau ada pembatasan. Tapi semuanya bisa dihitung. Jakarta sekarang sudah 0,9 (Ro-nya),” ujar Mahfud dalam acara Webinar bersama UNS, Selasa (26/5).

Meski tak menyebut detail, Mahfud menuturkan ada sembilan provinsi lainnya yang indeks penularan virus corona sudah berada di bawah 1. Namun, Mahfud tak menampik soal masih adanya beberapa daerah yang angka penularannya masih tinggi hingga saat ini.

“Ada sembilan provinsi yang sekarang di bawah satu, nih lumayan bagus. Tapi ada juga yang tinggi sekali, di Gorontalo, Jawa Timur dan macam-macam itu. Itu ada perhitungannya,” ungkap Mahfud.

Namun, bagi Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan new normal bisa diterapkan dengan beberapa indikator epidemiologi. Ia menerangkan kasus virus corona harus menurun 50% dalam waktu dua minggu.

“Mereka (sebuah wilayah) bagus (epidemiologinya) apabila selama 2 minggu sejak puncak terakhir itu targetnya 50 persen penurunannya,” ujar Wiku.

Tidak hanya untuk kasus positif, tapi juga untuk angka kematian, jumlah ODP dan PDP semua harus mengalami penurunan yang sama. Pun begitu dengan beban rumah sakit yang harus berkurang seiring dengan menurunnya jumlah pasien yang dirawat.

Jika kondisi itu sudah terlihat, maka bisa dikatakan situasi penularan corona di wilayah tersebut sudah tergolong terkendali.
Namun, Wiku mengingatkan untuk mencapai kondisi tersebut pengecekan sampel harus tetap dilakukan. Jangan sampai penurunan angka tersebut dikarenakan tidak adanya sampel yang diperiksa.

Rencana menerapkan new normal oleh Jokowi mendapat tentangan dari legislatif. Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan angka positif COVID-19 masih meningkat. Begitu juga yang dirawat masih banyak. Maka itu menurutnya saat uni kebijakan New Normal belum bisa diterapkan.

“Saya menilai bahwa kebijakan new normal dirancang dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi. Kebijakan ini kelihatannya dijadikan prioritas utama, bahkan di atas penanganan penyebaran COVID-19. Itulah sebabnya, new normal itu tetap dilaksanakan meskipun sedikit memaksakan,” kata Saleh.

“Ini namanya kebijakan new normal di tengah situasi abnormal. Jadi yang dimaksud new normal itu mungkin adalah situasi abnormal,” imbuhnya.

Sementara dari fraksi PKB, Arzeti Bilbina yang merupakan anggota Komisi Kesehatan DPR mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam menerapkan new normal. Ia mempertanyakan apakah dalam new normal pemutusan mata rantai penularan virus corona sudah dapat dipastikan bagi masyarakat?

Baca Juga:  Presiden Jokowi Lucu dan Naif, Dikira Corona Bisa Diajak Kompromi

“Jangan sampai menjadi blunder, seolah-olah nanti masyarakat dihadapkan dengan kekuatan sendiri-sendiri. Siapa yang kuat akan bertahan dan terhindar dari virus,” kata Arzeti.

Ia juga menilai rencana Jokowi untuk membuka mal dalam new normal dinilai belum tepat. Menurut Arzeti, belum ada hal yang mendesak untuk membuka mal di saat pandemi COVID-19 masih tinggi di tanah air.

“Kebutuhan mal tidak mendesak kalau kita bicara keselamatan kesehatan masyarakat. Justru dengan dibukanya mal akan tidak bisa mengontrol pemutusan mata rantai dari virus ini,” ujar politikus yang juga model itu.

“Pastikan dulu apakah masyarakat kita, sudah bisa dijamin pemerintah untuk kesehatannya? Apakah masyarakat sudah kebal dengan virus ini?” tutup Arzeti.

Wasekjen PPP Achmad Baidowi (Awiek) memiliki pandangan berbeda dari dua koleganya itu. Ia mendukung penerapan new normal, namun dia juga mengingatkan agar aspek kesehatan dan ekonomi berjalan beriringan.

Selain itu ia ingin pemerintah tidak hanya membuka tempat ekonomi saja dalam new normal. Menurutnya tempat ibadah juga harus kembali dibuka.

“Kebijakan new normal ini juga seharusnya berlaku untuk semua kehidupan sosial masyarakat termasuk tempat ibadah, kantor bekerja maupun belajar. Setelah mal dibuka, maka tempat ibadah pun seperti masjid, musala seharusnya kembali buka dengan tetap mengikuti standar new normal,” kata Awiek.

“Dengan demikian, maka new normal itu tidak pilih-pilih tempat dan berlaku umum sesuai standar,” tutupnya.

Sumber: Kumparan

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan