Soal Pencalonan Gibran, Refly Harun: Langkah Awal Jokowi Bangun Klan Politik

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun dalam diskusi Menakar Kapasitas Pembuktian MK, di Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019). (Foto: tribunnews.com)

IDTODAY.CO – Pakar Hukum dan Tata Negara, Refly Harun menyoroti pilihan PDIP untuk menjadikan putra sulung presiden Jokowi Gibran rakabuming Raka sebagai cawalkot Pilkada Solo.

Menurutnya, pencalonan Gibran di saat presiden Joko Widodo menjadi penguasa merupakan upaya Jokowi membangun jalan politik.

“Ya saya kira ini fenomena yang terjadi di mana-mana, dan saya kira adalah awal dari Jokowi membangun klan politiknya,” ujar Refly dalam kanal YouTube-nya yang diunggah pada Sabtu (18/7/2020), sebagaimana dikutip dari Suara.com.

Begitu juga dengan pencalonan menantu Jokowi, Bobby Nasution dalam ajang Pilkada Kota Medan.

Baca Juga:  Soal Penyebab Penangkapan Aktivis KAMI, Refly: Padahal Twit Serupa Juga Banyak Di Medsos

“Sudah ada Bobby Nasution, sudah dicalonkan di Pilwalkot Medan. Sudah ada rekomendasi dari Partai Golkar, itu partai besar,” kata Refly.

Refly Harun memprediksikan Kaesang Pangarep memiliki peluang yang sama dengan kedua kakaknya untuk terjun dalam politik praktis di masa mendatang.

“Kemudian nanti kita akan lihat adiknya Gibran, kalau sudah cukup usia bisa jadi juga terjun ke politik, atau jangan-jangan nanti dia menggantikan Gibran dan Gibran naik menjadi gubernur,” kata Refly.

Namun demikian, refly Harun menegaskan, perkembangan klan politik yang dibangun Jokowi sangat ditentukan oleh situasi Jokowi pasca dirinya sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden RI.

“Faktor Jokowi pasca 2024 tidak akan kuat lagi kecuali ada pergeseran yang luar biasa di PDIP. Megawati step down, tiba-tiba yang menggantikan sebagai Ketua Umum itu bukan Puan Maharani tetapi Jokowi,” ucap Refly.

Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan bahwa keterlibatan putra presiden dalam kontestasi politik praktis membuat situasi politik menjadi tidak biasa.

Baca Juga:  Rizal Ramli: Indonesia Norak dan Ketinggalan!

“Lucu juga, masa presiden 2 periode lalu kemudian take over partai politik, rasanya tidak enak. Walaupun sebenarnya seperti yang dilakukan SBY, modusnya adalah mempersiapkan generasi penerusnya,” urai Refly.

Lebih lanjut, dosen Universitas Tarumanegara itu menilai “peristiwa unik” tersebut sangat wajar apabila diukur dari banyaknya biaya yang harus dikeluarkan dalam membangun partai politik.

“Semua partai saya kira sudah mempersiapkan klannya, keluarga intinya, keluarga dekatnya,” pungkas Refly.[suara/brz/nu]

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan