Survei Elektabilitas Kandidat Presiden Dinilai Skenario Politik untuk Menggiring Opini Publik

Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI), Muhammad Taufiq (KBAnews)

Survei elektabilitas kandidat presiden yang dilakukan oleh sejumlah lembaga riset dinilai sebagai skenario politik untuk menggiring opini publik.

Bahkan, survei kandidat presiden yang dilakukan lembaga riset dinilai sebagai bagian dari framing politik untuk menguntungkan pihak yang membayar.

Pendapat itu disampaikan Muhammad Taufiq, pengacara dari Muhammad Taufiq & Partner Law Firm kepada KBA News, Kamis, 18 Mei 2023.

Muhammad Taufiq menerangkan, survei dilakukan sebagai bagian framing politik untuk mendesakkan sebuah kepentingan kekuasaan. Dan itu sudah dilakukan pada tahun 2014 dengan memunculkan perolehan suara yang dihasilkan dari survei.

Baca Juga:  Hasil Survei: Mayoritas Masyarakat Tak Setuju Capres Petugas Partai, Termasuk Pemilih PDIP

“Survei itu bagian dari framing politik, mengulang 2014. Dimunculkan suara sekian, kemudian dimunculkan dialektika pernyataan pakar. Dan pakai gong-nya KPU akan membenarkan. Mereka tidak punya ide lain. Sehingga mengulangi hal yang sama. Jadi survei itu jelas framing untuk menggiring opini,” tegas lawyer yang juga Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI) itu.

Menurut Taufiq, harus dipahamkan kepada masyarakat agar tidak perlu membenci surveyor. Karena memang pekerjaan mereka adalah memeringkat sehingga dapat bayaran.

Baca Juga:  Pendukung: Anies Selalu Urutan Buncit, Pilkada 2017 Bukti Survei Tak 100 Persen Akurat

“Yang dapat dilakukan setidaknya adalah kita mencari riset objektif dari Google,” ujar Taufiq.

Dia menyebut, beberapa lembaga-lembaga survei pekerjaannya memang menjual survei kepada pihak yang mau membayar.

“Kalau Anda melihat Charta Politika, LSI dan lainnya itu jualan. Mereka jualan ke Prabowo. Budget ngga kena mereka jualan kepada Jokowi,” ucap pengacara yang dikenal kritis ini.

Baca Juga:  32 Lembaga Survei Resmi Dapat Pengakuan KPU

Taufiq menyebut, ada survei yang tidak berdasarkan realitas. Misalnya tiba-tiba ada survei yang menyebutkan kepuasaan kepada Jokowi 80 persen.

“Itu tidak riil. Survei itu bagian dari skenario framing politik besok itu suaranya seperti ini. Wajar kalau si A, si B menang. Maka lawannya 1, bikin tagar hanya kecurangan yang bisa mengalahkan Anies Baswedan. Itu harus menasional,” tandas Taufiq. (kba)

Sumber: kbanews.ocm

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan