Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam/ Dosen dan Pengamat Politik

JAKARTA – Puluhan ribu buruh dari berbagai wilayah, memastikan bakal menggelar aksi demo di tengah wabah corona atau Covid-19 pada 30 April mendatang. Aksi yang dilakukan di depan komplek parlemen itu untuk mendesak DPR menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law, khususnya Cipta Kerja. Aksi demo tersebut digagas Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) yang merupakan gabungan dari tiga konfederasi buruh dengan massa besar.

Yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI). Disebutkan, aksi demo itu akan diikuti tidak kurang dari 50 ribu buruh. Demikian disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal. Said Iqbal mengatakan, dalam aksi nanti buruh akan tetap menjaga jarak peserta aksi, memakai masker, dan membawa hand sanitizer. (pojoksatu.com.16/04/2020)

Publik akan berfikir bahwa aksi demo yang nanti diselenggarakan oleh para buruh di tengah situasi pandemi sangat beresiko dan tidak seharusnya dilakukan. Sebab keadaan saat sekarang mengharuskan untuk menjaga kesehatan. Wabah yang menyerang manusia kini adalah personalan darurat kesehatan global. Namun, Bagaimana untuk kelompok kalangan yang tidak tertunaikan haknya dan terancam kebutuhan pokoknya semisal para buruh?

Pekerjaan mereka terancam padahal itulah jalan mereka memenuhi sesuap nasi untuk keluarga. Apakah mereka salah jika memang harus turun ke jalan sebagai cara yang dianggap paling efektif untuk menyuarakan hak-hak para buruh?

Abainya Negara Terhadap Nasib Buruh Pribumi

Wajar saja keinginan demo dan turun ke jalan oleh para buruh terus berlanjut terkait dengan RUU omnibus Law. Sejak awal isu pembentukan RUU ini, telah banyak menuai kritik dan penolakan di masyarakat khususnya kalangan buruh dalam negeri. Namun suara-suara penolakan itu kelihatannya dianggap hanya sebagai pemanis perjuangan menembus kemenangan bagi para anggota dewan yang bersemangat untuk mensahkan RUU berbahaya ini.

Meskipun sedang dilanda situasi genting pandemi, bagi para buruh tidak menjadi halangan untuk menyampaikan aspirasi mereka ke hadapan anggota perwakilan rakyat yang terhormat. Seperti yang disampaikan oleh Said Iqbal, para buruh yang akan berdemo di akhir bulan April ini telah menyiapkan segalanya yang menjadi keperluan keamanan dari penyebaran covid-19.  Mulai dari jarak para buruh yang akan diatur,  lalu membawa masker dan juga hand sanitizer. Dengan kata lain, upaya pencegahan telah diupayakan maksimal.

Absennya kelompok para pendemo yang turun ke jalan, kelihatannya pemerintah terus melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Bukan hanya  mengupayakan RUU Cika sahabat, tetapi juga membebaskan para napi, proyek ibu kota baru, hingga masih imigran  masih terus melenggang masuk ke Indonesia meski sedang digaris merah wabah. Rakyat hanya mampu berkoar-koar dalam sosial media tanpa ada yang turun ke jalan.

Hasilnya, penguasa dan jajarannya terus bekerja dan tidak memperdulikan suara rakyat yang konon katanya adalah suara Tuhan dalam berdemokrasi. Idealnya, jika pemahamannya begitu, penolakan rakyat terhadap kebijakan yang dianggap melanggar UU harus didengarkan dan dihentikan. Bukan diabaikan dan dilanjutkan.

Tuntutan para buruh yang akan turun ke jalan di akhir bulan April, bertepatan dengan bulan suci Ramadhan nanti ada tiga hal. Pertama adalah konsisten menolak RUU omnibus law Cipta Kerja. Kedua menyerukan pemberhentian  PHK yang semena-mena oleh pihak perusahaan apalagi disituasi sulit saat pandemi.

Dengan alasan lockdown, banyak perusahaan yang merasa dirugikan dan tidak mampu menggaji karyawan yang akhirnya PHK adalah jawabannya. Ketiga, agar buruh diliburkan bukan di PHK selama pandemi dan upah tetap diberikan penuh. Sebab tanpa upah, bagaimana para buruh bertahan hidup selama masa wabag? Sementara berharap pada bantuan dan jani pemerintah tidak kunjung datang.

Pemerintah betul-betul abai terhadap nasib buruh jika menggolkan RUU omnibus law tersebut. Perlakuan sewenang-wenang dari pihak perusahaan akan semakin merajelela jika RUU omnibus law disahkan. Setiap kedzaliman yang menimpa buruh akan berlindung di bawah RUU yang sejatinya hanya berpihak pada Bos semata..

Baca Juga:  Mega Korupsi BTS, Mengapa DPR Malah Membisu?

Andai wakil rakyat dapat dipercaya mendukung suara rakyat, maka para buruh  tentulah tidak perlu bersusah payah menantang dharar pandemi covid-19. Tetapi tidak ada pilihan bagi para buruh yang semakin merasakan tekanan kebijakan penguasa dan pemilik modal selain nekat turun ke jalan. Keluar rumah jelas beresiko terinfeksi, jika tetapdalam rumah maka masa depan terancam kebijakan. Keluar bisa mati karena corona, dalam rumah berpeluang mati kelaparan.

Kapitalisme  Adalah Akar Personalan Utamanya,  Islam Solusi Tunggalnya.

Mengapa  para perwakilan rakyat begitu bersikap ngotot menggolkan RUU omnibus law tersebut?  Sebenarnya jawabannya sudah sering diungkapkan oleh para ahli  bahwa penerapan kapitalisme adalah akar masalah besar bagi suarau negara. Sebab akan muncul perjanjian-perjanjian dan kesepakatan antara kelompok penguasa dan pengusaha yang mempunyai tujuan sama, yaitu meraup keuntungan materi.

Apalagi di Indonesia yang sudah bukan rahasia umum lagi jika penguasa di rezim saat ini adalah mereka yang bermain mata dan punya relasi kuat dengan para pengusaha. Mulai dari utang modal pemilu hingga janji bagi-bagi keuntungan. Jadi, tidak mengejutkan jika urusan pemilik modal adalah urusan utama bagi penguasa dalam sistem kapitalis. Rakyat hanya tumbal dan korban kebijakan.

Harus mulai disadari penuh oleh masyarakat khususnya kaum buruh, bahwa menggantungkan nasib mereka ditangan perwakilan rakyat yang ditunggangi kapitalisme tidak akan mampu memberikan solusi yang bijak dan memenangkan hak-hak mereka. PHP akan terus dialami oleh kaum buruh dan juga rakyat secara keseluruhan. Lihat saja, hampir seluruh fraksi menyetujui RUU omnibus law di gedung parlemen. Dan suara mayoritas mereka akan dianggap sebagai persetujuan dari rakyat. Rakyat yang mana?

Begitulah sistem demokratis buatan manusia yang selama ini dipuja-puji oleh banyak kalangan. Sistem ilusi dan ditunggangi kapitalis telah menunjukkan wajah asli demokrasi hanyalah motor penggerak sampainya kapitalisme ke negeri ini. Sementara kapitalisme adalah ideologi penjajah yang berasal dari Barat untuk mengusai aset bangsa. Tidak akan ada kebijakan yang mampu memberikan ketenangan jiwa,  kepuasan akal dan sesuai dengan firrah sebagai manusia oleh ideologi kapitalis. Hanya kesenjangan, kesengsaraan dan kezaliman yang akan trus dirasakan oleh rakyat khususnya kaum buruh.

Maka jelas sudah bahwa persoalan utama kaum buruh dan negeri ini adalah karena mengadopsi kapitalisme. Sudah saatnya ideologi ini diganti dengan ideologi yang shahih dan menyelesaikan semua problem kehidupan manusia tanpa berat sebelah. Dan ideologi yang dimaksud adalah Islam. Karena hanya Islam yang mampu menyelesaikan persoalan buruh/pekerja dengan sistem Islam yang mengadopsi syariah.

Islam mengatur dan mengawasi perusahaan-perusahan agar tidak berlaku dzalim bagi pekerjan/buru. Dan Islam punya paket ijarah komplit dalam menyelesaikan persoalan akad-akad pekerjaan. Pemilik perusahaan tidak boleh menahan dan memotong gaji Buruh dalam Islam. Apalagi di situasi sulit, tentu para karyawan butuh biaya hidup. Juga tidak diperkenankan berlaku semena-mena kepada karywan/Buruh.

Islam telah menetapkan para pemilik perusahaan untuk segera membayarnya upah bagi para pekerja sesuai dengan keahliannya di bidangnya. Dan jangan sampai keringatnya kering. Atinya, jangankan dipotong, ditahan saja tidak boleh. Tapi dalam kapitalisme, praktiknya terbalik. Gaji ditahan, dipotong lagi untuk bayaran asuransi dan lain-lain.

Kemudian, sesuka hati pemilik perusahaan untuk memberlakukan PHK kepada kaum buruh/karyawa. Belum lagi gaji yang diterima banyak yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaannya. Tetapi apalah daya, sulitnya lapangan kerja juga menjadi faktor ketidakmampuan para buruh untuk bersuara dan mengkritik kebijakan penguasa selama ini.

Semoga dengan munculnya keberanian para buruh akan membawa kesadaran umum bagi mereka dan juga rakyat bahwa tidak ada solusi yang mampu menyelesaikan persoalan negeri ini selain Islam. Dan harus diyakini bahwa Islam adalah solusi tunggal dan tiada yang lain. Wallahu a’lam bishshawab.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan