Oleh: Ummu Taqillah (Komunitas Setajam Pena)
Generasi milenial, itulah julukan untuk generasi di masa-masa sekarang. Generasi yang berdampingan dengan perkembangan digital yang luar biasa. Namun sayang, tak semua bisa memanfaatkan perkembangan ini dengan baik, hanya sebatas senang-senang seperti nge-game atau menjadi YouTuber tapi diisi dengan konten-konten unfaedah.
Selain itu, budaya barat juga sudah sangat melekat di kalangan milenial. Salah satunya adalah budaya ‘mengerjai orang’ atau biasa disebut dengan istilah prank, yang seolah menjadi sesuatu yang seru, lucu dan sangat layak dijadikan hiburan.
Baru-baru ini, dimana masyarakat masih dalam suasana yang menegangkan di masa pandemi Covid-19, salah satu YouTuber di Bandung membuat ulah. Seperti dilansir detik.com (05/05/2020), YouTuber Ferdian Paleka dalam konten prank membagikan dus berisi sampah ke waria dan sekelompok anak bikin heboh. Ferdian kini diburu polisi. Ulah Ferdian tersebut diunggah ke channel YouTube-nya dengan judul ‘PRANK KASIH MAKANAN KE BANCI CBL’. Dalam video, YouTuber asal bandung tersebut beraksi bersama Tubagus Fahddinar dan satu orang rekannya.
Bahkan Ferdian berbuat ulah untuk kedua kalinya. Ferdian membuat video klarifikasi berisi permohonan maaf kepada warganet. Namun, ternyata video tersebut hanya prank belaka. Dalam video yang ia unggah di akun Instagram-nya @ferdianpalekaa menyatakan, “Saya pribadi meminta maaf atas kelakuan saya yang itu. Tapi bohong ya,” ujarnya sambil tertawa.
Tentu saja hal ini membuat warganet pun semakin geram dan marah karena perilaku Ferdian yang semena-mena. (Suara.com, 04/05/2020)
Tak hanya Ferdian, beberapa waktu lalu seorang remaja berinisial MS (17) diamankan polisi gara-gara diduga membuat prank pocong di Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel). Prank pocong itu disebut membuat sejumlah pengendara nyaris celaka karena terkejut.
“Sempat membuat warga yang melintas pada ketakutan,” ujar Kasubag Humas Polres Gowa AKP Mangatas Tambunan di Mapolres Gowa Jalan Syamsuddin Tunru. (Detik.com, 17/1/2020)
Menurut pengamat sosial dari Univeristas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menilai, perbuatan prank seperti ini dikarenakan sejumlah hal. Prank yang dalam sosiologi disebut sebagai black comedy atau guyonan hitam, muncul bila dalam situasi yang tak nyaman, tertekan sehingga muncul untuk meringankan keadaan.
Menurut Drajat, fenomena prank tersebut muncul karena masyarakat diharuskan tinggal di rumah saat pandemi corona seperti saat ini, sehingga memunculkan kondisi tidak nyaman dan tertekan. Dan munculah kreasi atau inovasi unfaedah seperti ini. (Kompas.com, 07/05/2020)
Beginilah wajah-wajah generasi dalam kungkungan sekulerisme-liberalisme. Menggilai budaya barat tanpa memperhatikan etika, sopan santun dan rasa hormat terhadap orang lain. Wajar, karena liberalisme mengagungkan kebebasan dalam berbuat. Didukung sekulerisme yang meniadakan campur tangan Allah SWT dalam melakukan segala sesuatu.
Ditambah lagi tidak adanya kurikulum pendidikan yang mampu mencetak generasi berakhlak mulia. Maklum saja, pelajaran agama hanya sekitar 2 jam pelajaran per-minggu, dan itupun hanya dikejar target nilai semata tanpa ada target apakah sudah diterapkan dalam kehidupan atau belum. Sehingga tak pelak jika generasi saat ini sangat jauh dari ajaran-ajaran Islam yang mulia.
Padahal Allah telah memperingatkan, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiridan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Hujurat: 11)
Itulah bagaimana Islam memandang prank, meski hanya untuk tujuan bercanda, maka tetap tidak boleh dilakukan. Nabi saw pun telah mengingatkan dalam sabdanya, “Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Dawud).
Mulianya Islam dalam mengatur seluruh kehidupan manusia. Jika kita bisa mengamalkan maka akan tercipta suasana yang tenang, tentram dan saling menghormati sesama manusia. Tentu hal ini butuh pengkondisian dari keluarga, masyarakat, juga negara sebagai penanggung jawab seluruh permasalahan rakyatnya. Baik mulai dari menyusun kurikulum pendidikan sesuai syariat Allah sejak dini, hingga memberi sanksi yang tegas bagi para pelakunya. Sehingga generasi milenial kita akan menjadi generasi yang mulia, yang mampu berdampingan dengan perkembangan digital dan memanfaatnya dalam kebaikan. Wallahu a’lam bishshowab.