Oleh: Anisa Rahmi Tania
Kalau rumah kebakaran, kamu harus belakangan menyelamatkan diri. Kalau musuh datang menyerang, kamu harus berdiri paling depan untuk menyongsongnya. Kalau panen melimpah, kamu harus belakangan makan. Itulah Pemimpin. (Emha Ainun Nadjib)
Memang seperti itulah sikap seorang pemimpin yang mencintai dan dicintai rakyat. Dia ada dan hadir di tengah rakyatnya untuk menyelesaikan permasalahan. Serta memenuhi hak-hak rakyatnya sehingga bersama-sama berjalan memenuhi seruan Allah yakni menaati segala perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Akan tetapi tampaknya gambaran pemimpin tersebut bertolak belakang dengan yang terjadi di negeri berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Kala negeri ini tengah berjuang melawan wabah virus corona, para wakil rakyat malah berjuang memenuhi tuntutan para pemilik modal.
Dilansir dari laman tirto.id pemerintah dan DPR bersikeras membahas rancangan Undang-undang Cipta Kerja yang disusun dengan metode omnibus. Padahal sejak awal kemunculan RUU ini telah mendapat penolakan keras dari masyarakat. RUU ini dinilai menghapus banyak hak buruh dan lebih memenuhi kepentingan para pengusaha.
Sikap ‘masa bodo’ pemerintah ini semakin ditentang masyarakat karena pembahasannya terus dilanjutkan tatkala wabah Corona menyerang. Korban meninggal dari nakes dan masyarakat biasa telah ratusan orang. Tetapi pemerintah seakan menganggap enteng.
Skala prioritas yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah melakukan penanganan terbaik untuk meminimalisasi jatuhnya kembali korban jiwa.
Namun ternyata tidak. Seakan memancing di air keruh, pemerintah mengambil keuntungan di tengah kondisi kacau. Secara diam-diam pemerintah dan DPR menggodok RUU yang dinilai akan mencekik rakyat.
Serikat buruh yang terkena dampak langsung jika RUU ini disahkan tidak tinggal diam. Mereka lantang menyuarakan penolakan. Termasuk siap menggelar aksi besar-besaran sekalipun di tengah wabah.
RMOL.id memberitakan puluhan ribu buruh dari konfederasi serikat pekerja Indonesia (KSPI) dan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) akan tetap menggelar aksi internasional atau mau day. Aksi tersebut rencananya akan digelar di gedung DPR RI dan kantor Menko Perekonomian pada 30 April 2020.
Said Iqbal, presiden KSPI menyatakan tuntutan aksi kali ini adalah menolak omnibus law, stop PHK dan liburkan buruh dengan tetap mendapatkan upah dan THR penuh. Mereka mengancam tidak akan menghentikan aksi jika pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja tetap dibahas DPR.
Apa yang dilakukan pemerintah dengan ngotot membahas RUU Cipta kerja malah menuai masalah baru. Rakyat tidak mau taat pada perintah PSBB yang telah diterapkan pemerintah dalam upaya pencegahan penyebaran virus covid-19. Hal ini tentu membahayakan kesehatan para buruh.
Meskipun dinyatakan presiden KSPI aksi mereka tetap akan sesuai protokol kesehatan. Dengan memakai masker dan menjaga jarak serta menyiapkan hand sanitizer, tidak ada jaminan selama aksi tersebut semua peserta aksi menaati protokol tersebut. Terlebih jumlah peserta aksi bukan sepuluh atau dua puluh orang tetapi ratusan orang. Di mana tidak semua orang akan bisa terkoordinasi dengan baik.
Beginilah tatkala pemerintah terus menjadikan kapitalisme sebagai asas ekonomi. Di tengah kondisi sulit sekalipun, nasib rakyat masih dipinggirkan. Penguasa lebih sayang pengusaha daripada rakyatnya. Karena mereka terjerat kesepakatan untuk bisa naik ke tampuk kekuasaan.
Lain halnya dengan sistem Islam. Islam mengangkat penguasa dengan ketentuan syara. Syariah mengatur syarat-syarat bagi seseorang yang layak menjadi penguasa.
Dialah yang taat pada Allah Swt., memahami hukum-hukumNya, serta siap menjalankan titahNya-lah yang akan diridhai rakyat untuk menjalankan pemerintahan. Sehingga seorang penguasa dalam Islam sepenuhnya akan berada di tengah-tengah rakyatnya atas dasar ketaatannya pada Allah Swt.
Sebagaimana dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Saat menghadapi krisis kelaparan di masa paceklik, beliau menangani permasalahan tersebut dengan cepat, tepat dan komprehensif.
Beliau mengeluarkan semua daya upaya untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Bukan hanya makanan yang beliau penuhi, tapi juga pakaian.
Beliau bangun posko-posko bantuan untuk menanggulangi kebutuhan rakyat yang terkena dampak kelaparan. Sehingga puluhan ribu orang yang mengungsi ke Madinah saat itu tercukupi kebutuhannya.
Langkah inilah yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab. Beliau tidak hanya memerintahkan para pejabatnya. Tetapi beliau langsung turun tangan untuk mengontrol dan memastikan orang-orang yang terdampak kelaparan bisa ditangani dengan baik.
Wallahu a’lam bishawab