Jika ditelusuri melalui monitoring media, berita atau informasi tentang pemanggilan Ketua Umum Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar muncul sejak Jumat (1/9/2023).

Hal itu berbarengan dengan munculnya informasi/berita di media tentang keputusan NasDem dan PKB untuk menjadikan Muhaimin atau yang akrab disapa Cak Imin ini sebagai bakal Cawapres mendampingi Anies Baswedan.

Pada Jumat (1/9/2023), publik mengetahui informasi Cak Imin menjadi cawapres berasal dari siaran pers resmi Partai Demokrat. Saat itu juga, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menyampaikan informasi kepada media terkait rencana pemanggilan untuk pemeriksaan Cak Imin.

Kemudian KPK menjadwalkan pemanggilan Gus Muhaimin pada Selasa (5/9/2023). Akan tetapi, Cak Imin tidak bisa hadir karena harus menghadiri pembukaan acara Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Internasional di Kalimantan Selatan. Acara tersebut sudah terjadwal sejak lama.

Baca Juga:  Jokowi Mania Dukung Ganjar di Pilpres 2024: Ini Keputusan Organisasi, Tak Bersentuhan Partai

Kemudian, KPK menjadwalkan ulang pemeriksaan Gus Muhaimin pada Kamis (7/9/2023).

Terlepas dari isu pendeklarasian Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar di Hotel Majapahit, Sabtu (2/9/2023), informasi rencana pemeriksaan oleh KPK muncul berbarengan dengan ramainya informasi di media bahwa Cak Imin akan mendampingi Anies dalam kontestasi Pilpres 2024.

Sumber informasi yang dikutip media berasal dari Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada Jumat (1/9/2023). Sebelum tanggal 1 September 2023, tidak ada 1 pun berita di media tentang rencana KPK melakukan pemanggilan terhadap Muhaimin Iskandar.

Sementara itu, menurut Asep, KPK mendapatkan laporan dan laporan itu ditindaklanjuti. Pemeriksaan itu atas kapasitas Cak Imin sebagai mantan Menteri Tenaga Kerja periode 2009-2014 terkait penyidikan dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja tahun 2012. Saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden periode 2009 – 2014.

Chusnul Mar’iyah, peneliti, aktivis perempuan, dan dosen Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial (FISIP) Universitas Indonesia dalam acara di TVOne, Selasa malam (5/9/2023) menyampaikan bahwa pada 2005, dirinya sudah menyampaikan agar KPK jangan dijadikan sebagai alat untuk menghancurkan lawan-lawan politik.

Baca Juga:  Ratusan Mahasiswa di Semarang Unjuk Rasa, Kecam Perilaku Nepotisme Jokowi yang Buka Jalan Pencapresan Gibran

“Waktu itu KPU zaman saya sudah membawa ke MK, karena KPK ini dia adalah alat rezim, eksekutif atau yudikatif. Pada 2005 saya sudah bicara begitu. Nah, dalam konteks politik seperti ini, kan kemudian membawa pasal-pasal hukum, seperti legal, adil, dan sebagainya. Kenapa baru sekarang, 2012 [kasus dugaan korupsi di lingkungan Kemenaker]. Apakah cuman calon ini saja. Kita masih melihat, maka berhati-hati.”

Chusnul menegaskan agar tidak menggunakan KPK menjadi alat untuk menghancurkan lawan politik karena di dalam demokrasi perlu ada oposisi yang berperan penting.

Sumber: kbanews

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan