Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengajak para stakeholder bangsa Indonesia untuk mengkaji kembali sistem demokrasi paca reformasi yang ditandai dengan pemilihan langsung dalam Pilkada, Pileg hingga Pilpres. Perlu ditelaah sejauh mana sistem demokrasi terbuka memberikan kontribusi serta manfaat bagi kemajuan bangsa,

“Perlu dilakukan kajian mendalam apakah sistem demokrasi langsung lebih banyak manfaatnya atau justru banyak mudaratnya. Bisa jadi hasil kajian menemukan sistem demokrasi langsung justru memiliki efek negatif yang lebih besar dibandingkan sistem perwakilan seperti yang telah dilakukan jauh sebelum reformasi,” kata Bamsoet di Kabupaten Banjarnegara, Kamis (14/12).

Baca Juga:  Kritisi Presidential Threshold, Rocky Gerung: Pemilu 2024 Hanya Jadi Kandang Oligarki

“Kajian mendalam tersebut bisa berpijak dari sila keempat Pancasila, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,” sambungnya.

Bamsoet menjelaskan, sistem demokrasi langsung yang dianut oleh bangsa Indonesia sangat berpotensi menggiring orang untuk terjerat dalam tindak korupsi. Tidak aneh bila kemudian banyak kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi.

Bahkan hasil kajian KPK juga mengungkapkan sistem pemilihan langung memiliki daya rusak yang luar biasa. Tidak sedikit kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi karena saat pemilihan mereka mengeluarkan biaya yang sangat tinggi.

Baca Juga:  Beni Pramula Konsolidasikan MU Perubahan di Jateng Untuk Menangkan Anies-Cak Imin

“Demokrasi di daerah yang mestinya dihadapi dengan riang gembira, malah berakhir duka. Banyak petahana dan calon kepala daerah lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, karena melakukan tindak pidana korupsi,” kata Bamsoet.

Begitu juga kepala daerah yang sedang menjabat banyak yang ditetapkan tersangka karena mengkorupsi dana APBD.

“Ini semua karena biaya yang dikeluarkan untuk merebut posisi dalam Pilkada luar biasa mahal,” kata Bamsoet.

Bamsoet menerangkan, menjelang Pemilu 2024 muncul istilah NPWP alias Nomor Pira Wani Piro dalam memilih caleg. Pemikiran pragmatis ini muncul karena masyarakat yang belum siap melaksanakan pemilihan secara langsung. Sehingga semua terjebak pada demokrasi angka-angka dan transaksional yang sangat mahal.

Baca Juga:  Goenawan Mohamad: Kepercayaan Publik Ke MK Sudah Hilang!

“Sistem pemilihan langsung melanggengkan demokrasi transaksional. Selain akan menggerus idealisme dan komitmen politik para caleg untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Akibatnya, pemilih tidak lagi mengutamakan kualitas dan kapabilitas caleg dalam menggunakan hak pilih. Namun, lebih memilih siapa yang memberikan uang paling besar,” pungkas Bamsoet.

Sumber: Rmol.id

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan