Rocky Gerung menilai tindakan aparat yang menangkap para pengkritik kebijakan pemerintah sebagai upaya menginjak-injak demokrasi.
Dalam demokrasi, kata dia, sudah menjadi kewajiban warga negara untuk mengkritisi penguasa agar bekerja di jalur yang benar.
“Saya melihat ada kegagapan penguasa menyelesaikan masalah krisis Covid-19. Penguasa membentengi dirinya dari berbagai kritikan,” kata Rocky dalam akun YouTube Trilogi TV.
Pengamat politik dan filsuf ini mengatakan dia termasuk yang kerap melontarkan kritikan tajam pada pemerintah.
Tujuannya agar pemerintah bisa mendengar kondisi riil di lapangan. Sayangnya, setiap kritikan langsung diadang oleh para buzzer istana.
“Setiap saya mengeluarkan kritikan sebenarnya saya ingin ada dialektika. Namun bagaimana ada dialog kalau ruang publik kita tidak dikuasai akal pikiran tetapi oleh para buzzer. Kan itu yang terjadi,” ucapnya.
“Setiap menteri pelihara buzzer, presiden punya buzzer bahkan dilegalkan itu. Buzzer tidak bisa berpikir dialektika. Buzzer disuruh untuk membungkam pikiran orang,” sambungnya.
Rocky kembali mencontohkan para dokter dan tenaga media lainnya yang mengkritisi kebijakan penanganan Covid-19.
Pesannya belum tersampaikan dan dijawab pemerintah, langsung dihajar duluan oleh buzzer.
“Beberapa teman saya juga dikriminalisasi karena mengkritisi pemerintah. Para buzzer istana langsung angkat senjata dengan membongkar kehidupan pribadi mereka. Jadi pesannya jangan coba-coba kritik pemerintah kalau tidak ingin kehidupan pribadi anda dibongkar,” sergahnya.
Padahal, lanjut Rocky, ini tidak ada kaitannya antara urusan pribadi dengan kritikan kepada kekuasaan.
Dengan adanya Covid-19 yang melumpuhkan seluruh infrastruktur, pemerintah tidak memikirkan bagaimana musibah ini berakhir.
“Yang dipikirkan bagaimana mengembalikan fungsi investor, fungsi buzzer, oligarki dalam dua bulan ke depan,” tandasnya.
Sumber: fajar