Ketua Rekat Indonesia Eka Gumilar mengkiritik rencana Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi akan membentuk lembaga pengawas konten media sosial (medsos).

Menurutnya, rencana tersebut kental dengan muatan politik jelang pemilu dan pilpres 2024.

“Wacana lembaga pengawas medsos ini bisa saja disalahgunakan digunakan untuk menyaring informasi ataupun men-takedown akun-akun simpatisan lawan politik. Apalagi menkominfo yang baru menjabat merupakan ketua relawan capres, yang tentu saja kita sinyalir keberpihakannya terhadap capres yang dia endorse”, terang Eka Gumilar, Selasa (18/07).

Dengan demikian, menurut Eka, jika lembaga pengawas medsos sampai dibentuk maka konten-konten yang muncul di media sosial hanya mengakomodir komentar-komentar positif terhadap capres tertentu ataupun menutupi isu-isu negatif misalnya terkait dugaan korupsi, nihil prestasi, kegagalan program dsb.

Baca Juga:  Anies Dituding Buzzer Cari Dukungan Pilpres 2024, Politisi Demokrat Membela

“Pengawas medsos ini apakah akan meniru negara komunis China yang memblokir akun-akun di internet karena mengkritik kebijakan pemerintah?” terang Eka Gumilar.

Namun demikian ia mendukung agar iklim medsos di Indonesia agar dapat mempererat persatuan nasional dan menjauhi disintegrasi bangsa.

“Saya setuju agar masyarakat lebih bijak menggunakan medsos, namun pengawasan yang berlebihan bisa mengekang daya kritis masyakakat”, imbuhnya.

“Lebih baik kiranya menkominfo yang baru fokus memperkokoh cyber security nasional sehingga tidak lagi terjadi kebocoran data-data publik yang sangat berbahaya bagi penyalahgunaan privasi anggota penduduk”, tukas Eka.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) baru, Budi Arie Setiadi, membuka peluang untuk pembentukan sebuah lembaga yang bertugas mengawasi konten media sosial. Alasan utama di balik kebijakan ini adalah banyaknya konten di media sosial yang meresahkan masyarakat.

Baca Juga:  Ganjar Dibully Netizen Karena Ngurusin Persoalan Jakarta, Pengamat: Menurunkan Citra dan Elektabilitas

Menurut pendiri Projo tersebut sampai saat ini, hanya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berperan dalam mengawasi konten penyiaran, yang meliputi televisi dan radio. Belum ada lembaga atau tim yang secara khusus mengawasi konten media sosial, termasuk platform populer seperti Facebook dan TikTok.

“Konten yang meresahkan masyarakat saat ini berbentuk macam-macam, seiring dengan perkembangan teknologi,” kata Budi Arie saat berbicara di kantor Kominfo, Jakarta, Senin (17/7). “Dan pada waktunya, kita mungkin akan membutuhkan pengawas media sosial dan siber, untuk mengawasi konten di media sosial.”

Melansir Merdeka.com, pengawasan media sosial telah diterapkan oleh pemerintah negara komunis China sejak beberapa tahun yang lalu. Mereka mempekerjakan dua juta pengawas untuk memantau jejaring sosial di China.

Baca Juga:  Tanggapi Hasil Survei, Pengamat Klaim Tingkat Kepuasan Publik pada Jokowi akan Meningkat

The Beijing News menyebutkan bahwa dua juta pasang mata ini adalah analis profesional yang dipekerjakan oleh pemerintah dan pihak swasta. Mereka dipekerjakan untuk mengawasi ratusan juga pengguna internet China yang makin hari makin kritis.

Nantinya, dua juta orang ini bukannya bertugas untuk menghapus tulisan-tulisan provokatif di internet China. Mereka hanya mengawasi dan menganalisis saja mengenai apa yang sedang terjadi di internet negeri panda tersebut.

Hasilnya kemudian akan dilaporkan kepada pemerintah dalam bentuk tertulis. Laporan inilah yang digunakan pihak bersangkutan untuk mengambil kebijakan terkait.

Sumber: tajukpolitik

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan