IDTODAY.CO – Presiden Joko Widodo harus bisa mengambil pelajaran dari penolakan Mahkamah Agung (MA) atas kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan supaya tidak lagi sembarangan membuat kebijakan.


Bhima Yudhistira, Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan memang tidak tepat dilakukan oleh pemerintah disaat daya beli masyarakat sedang sulit.

“Memang harusnya kenaikan iuran BPJS (Kesehatan) tidak dilakukan di saat daya beli masyarakat sedang tertekan,” ucap Bhima Yudistira seperti dilansir dari rmol.id Maret 10, 2020

Dengan adanya penolakan dari MA tersebut kata Bhima, Presiden Jokowi diharapkan untuk tidak lagi sembarangan mencetuskan suatu kebijakan. Apalagi kebijakan yang mencekik rakyat dan dapat menyulut gelombang penolakan.

“Ini jadi isyarat bahwa pemerintah kalau mau buat kebijakan hati-hati. Jangan blunder ke ekonomi yang sedang kena corona,” tegasnya. Bhima menjelaskan, Presiden Jokowi harus menemukan jalan keluar dalam mengatasi persoalan defisit BPJS Kesehatan tanpa harus membebani rakyat yang sudah menderita.

Baca Juga:  Setuju dengan Pernyataan Jokowi, Yusril: Pemimpin Garapan Pencitraan dan Survei, Sesatkan Rakyat!

Caranya, kata Bhima, Presiden Jokowi harus membenahi data Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang hingga saat ini belum sinkron dan mengoptimalkan kepatuhan para peserta BPJS Kesehatan. “Di sisi yang lain perlu dicari jalan keluar terkait masalah defisit BPJS (Kesehatan) tanpa membebani peserta. Kan soal kepatuhan pembayaran masih rendah, kemudian data PBI yang belum sinkron. Itu dulu yang dioptimalkan sebelum mau naikan iuran,” pungkasnya (rmol/brz)

Baca Juga:  Jokowi Pimpin KTT ASEAN-Jepang Hari Ini

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan