Rahma Sarita: Kenapa Biaya Pelatihan Online 5,6 T Bisa, Tapi Nutupin Sementara Defisit BPJS tak Bisa?

Presiden Joko Widodo kembali menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan secara bertahap. Hal tersebut dilakukan meski Mahkamah Agung sebelumnya telah membatalkan Perpres 75 Tahun 2020 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan, pada Maret 2020.

Penetapan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang sudah ditandatangani Presiden Jokowi.

Di sisi lain, jubir MA hakim agung Andi Samsan Nganro berpendapat bahwa Presiden tentu sudah mempertimbangkan dengan saksama sebelum menandatangani Perpres 64/2020 itu.

“Jika benar Presiden telah menerbitkan Perpres baru yang menaikkan (lagi) iuran BPJS, tentu sudah dipertimbangkan dengan saksama,” kata Andi Samsam Nganro seperti dikutip detikcom (14/05).

Baca Juga:  Arief poyuono Sesalkan Parpol Pendukung Jokowi Ngerecoki Kartu Prakerja

Kenaikan iuran BPJS untuk menutup defisit yang mencapai Rp 12,2 pada 2018? KPK pernah merilis kajian pada 13 Maret 2020 itu, di mana KPK menemukan adanya persoalan defisit dana yang diprediksi semakin besar. Berdasarkan temuan KPK pada 2018, BPJS Kesehatan mengalami defisit Rp 12,2 triliun. Terkait hal itu, KPK merekomendasikan penutupan defisit selain menaikkan iuran.

Presenter kondang Rahma Sarita menyoal kebijakan menaikkan iuran BPJS untuk menutup defisit. Founder talkshow “Sarita” di Realita TV itu, membandingkan kenaikan iuran BPJS untuk menutup defisit, dengan pengeluaran anggaran negara untuk pelatihan online peserta Karta Prakerja yang mencapai Rp 5,6 T.

Baca Juga:  Buntut Temuan KPK Soal Kartu Pra Kerja, Legislator PPP: Jangan Menghambur-hamburkan Uang

“Kenapa biayai pelatihan online 5.6 T bisa, tapi nutupin sementara defisit BPJS ga bisa? Maaf..jadi ghibah nih puasa puasa!,” sindir Rahma di akun Twitter @rahmasarita.

Apapun alasannya, menaikkan iuran BPJS yang sudah dibatalkan MA memberatkan rakyat di saat pandemi Corona.

“Menaikkan iuran ini tidak adil, karena akar masalah sesungguhnya ada pada pengelolaan BPJS yang amburadul, bukan pada kecilnya iuran yang dikutip dari masyarakat. Jangan bebani masyarakat terhadap masalah yang bersumber dari dalam BPJS,” tulis politisi senior PKS, Mardani Ali Sera di akun @MardaniAliSera1.

Baca Juga:  Direktur Eksekutif IPO: Tak Berkualitas, Wajar Pengusaha Tolak Lulusan Prakerja Jokowi

Mardani meminta pemerintah jangan selalu mengedepankan ekonomi ketimbang berpihak kepada rakyat kecil. “Dimana sensitifitas dan keberpihakan rezim ini kepada rakyat kecil? Jangan selalu mengedepankan ekonomi terlebih disaat seperti ini. Pandemi Covid-19 sudah memberatkan masyarakat, tolong kedepankan sisi humanisme,” sambung @MardaniAliSera1.

Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Ali Lubis mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan kenaikan iuran BPJS itu.

“Menurut saya kenaikan BPJS kali ini kurang tepat Pak @jokowi di saat rakyat sedang mempertahankan hidupnya dari ganasnya virus Corona. Mohon dibatalkan Pak demi rakyat. @Gerindra @Don_dasco @BPJSKesehatanRI,” tulis Ali Lubis di akun @AliLubisACTA.

Sumber: itoday

Tulis Komentar Anda di Sini

Scroll to Top