Gawat! Tak Bisa Bahasa Indonesia, Para Bos Smelter China Kena Semprot Komisi VII DPR

Rapat Komisi VII DPR RI dengan bos smelter China. Foto: Kumparan

Komisi VII DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Plt Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Direktur Jenderal ILMATE Kementerian Perindustrian, dan bos perusahaan smelter nikel yang banyak berasal dari China, untuk membahas tata kelola niaga nikel.

Saat awal rapat berjalan, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno sebagai pimpinan rapat meminta masing-masing bos smelter memperkenalkan diri dan perusahaannya.

Namun, ternyata banyak yang tak bisa hadir, sementara sisanya yang hadir banyak yang tak bisa Bahasa Indonesia.

Beberapa direktur utama (dirut) perusahaan yang merupakan warga negara asing (WNA) memperkenalkan diri menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin.

Eddy pun menegur karena rapat ini seharusnya menggunakan bahasa Indonesia.

“Ini adalah sidang parlemen resmi dan semua sidang parlemen dilakukan dalam bahasa Indonesia. Ini adalah aturan, sehingga Anda harus diwakili oleh seseorang yang dapat berbicara dalam bahasa Indonesia. Kami akan menunggu presentasi Anda jadi harap orang (penerjemah) Anda hadir di ruangan ini,” tegas Eddy.

Selain itu, para anggota Komisi VII DPR juga mengeluhkan banyak bos perusahaan smelter nikel yang tidak menghadiri undangan rapat.

Adapun total perusahaan yang diundang yakni 20 perusahaan.

Salah satunya adalah PT Virtue Dragon Nickel Industry yang diwakili oleh PT Gunbuster Nickel Industry yang merupakan perusahaan satu grup.

Kemudian bos perusahaan PT Weda Bay Nickel juga tidak hadir.

Kemudian, Komisi VII DPR juga mencatat bos perusahaan smelter nikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel dan PT Dexin Steel Indonesia juga tidak hadir di RDP hari ini.

“Harus tegas kita pimpinan, kalau enggak gini terus, repot kita. Marwah kita jatuh, dilecehkan, yang diundang enggak mau hadir, enggak jelas. Kita harus tegas, kalau perlu, kalau enggak mau datang juga kita turunkan polisi manggil,” tegas Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKS, Mulyanto.

Sementara itu, beberapa bos perusahaan smelter nikel yang hadir di RDP hari ini yaitu PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia (INCO), PT Wanatiara Persada, PT Gunbuster Nickel Industry, PT Obsidian Stainless Steel, Halmahera Persada Lygend.

Kemudian PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia, PT Wanxiang Nickel Indonesia, PT QMB New Energy Materials, PT Bukit Smelter Indonesia, PT Huake Nickel Indonesia, dan PT Huayue Nickel Cobalt.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) itu, dibahas soal permasalahan tata kelola niaga nikel di Indonesia. seperti yang disebutkan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno.

“Kami ingin mendapatkan masukan sebanyak-banyaknya, penjelasan komprehensif dari Dirjen Kementerian ESDM, Dirjen Ilmate Kementerian Perindustrian, dirut perusahaan smelter nikel, terkait sejumlah permasalahan tata kelola niaga nikel saat ini untuk kita dalami dan upayakan rencana perbaikan kedepannya,” jelas Eddy dalam RDP bersama Plt Dirjen Minerba KESDM, Dirjen Ilmate Kemenperin, dan Dirut Smelter Nikel, Jakarta, Kamis (8/6/2023).

Adapun, Plt. Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Muhammad Wafid mengatakan bahwa surveyor independen dalam tata niaga penjualan bijih nikel di dalam negeri sudah sesuai dengan aturan yang berlaku saat ini yakni Keputusan Menteri ESDM nomor 154K/30/MEM/2020.

Baca Juga:  PKS: Pemerintah Jangan Lembek pada Taipan Batubara

“Sesuai dengan peraturan menteri ESDM nomor 11 tahun 2020 pasal 9A, verifikasi kuantitas dan kualitas mineral logam dilaksanakan oleh surveyor yang ditetapkan oleh direktur jenderal atas nama menteri,” jelas Wafid dalam kesempatan yang sama.

Lebih lanjut Wafid menyebutkan surveyor yang telah mendapatkan Surat Keterangan (SK) resmi dari Kementerian ESDM yakni PT Sucofindo, PT Surveyor Indonesia, PT Jasa Mutu Mineral Indonesia, PT Carsurin, PT SCCI, PT Triyasa Pirsa Utama, PT Anindya, dan PT Tribhakti Inspektama.

“Sebagai informasi saat ini Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara sedang menyusun petunjuk teknis pengawasan pelaksanaan verifikasi kualitas dan kuantitas penjualan mineral dan batubara sebagai acuan pelaksanaan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja surveyor independen secara berkala dan sewaktu-waktu,” tambahnya.

Lebih lanjut, Wafid menyampaikan bahwa saat ini pihaknya tengah berkoordinasi dengan pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan verifikasi terhadap 2 surveyor yang sebelumnya pernah dibahas bersama pada Rapat Kerja Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR RI.

“Kami sampaikan kondisi terakhir bahwa menindaklanjuti hasil rapat kerja komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM pada tanggal 24 Mei 2024. Ditjen Minerba telah berkoordinasi dengan BPKP untuk melakukan verifikasi terhadap 2 surveyor yang dimaksud,” tutupnya.

DPR Cecar Pengusaha Smelter Gegara Pakai Lembaga Surveyor Ini

Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman mencecar sejumlah perusahaan pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel terkait penggunaan jasa surveyor yang bertugas menghitung kadar nikel. Hal tersebut menyusul dengan adanya aduan dari para penambang nikel.

Maman menjelaskan, berdasarkan laporan yang ia terima, terdapat 7 perusahaan baik itu penambang lokal dan trader lokal yang mengeluhkan kegiatan verifikasi kualitas bijih nikel dalam transaksi jual beli nikel dalam negeri yang dilakukan oleh lembaga surveyor. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh PT Anindya Wiraputra.

Baca Juga:  Anies Baswedan: Kita Tidak Sadar, Bahasa Indonesia adalah Kemewahan Luar Biasa

Menurut Maman, banyak penambang atau trader mengeluhkan perbedaan hasil analisis antara pelabuhan muat dengan yang ada di perusahaan smelter. Kondisi ini tentunya membuat para penambang mengalami kerugian.

“Lalu didistribusikan itu nikel di tengah jalan sampai ke lokasi smelter di survei lagi yang notabennya adalah itu Anindya. Ternyata di smelter pada saat disurvei yang telah ditentukan turun barang itu (kualitasnya),” ungkap Maman dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi VII DPR RI, Kamis (8/6/2023).

Oleh sebab itu, ia pun mempertanyakan kredibilitas dari PT Anindya Wiraputra selaku surveyor yang digunakan oleh kebanyakan para perusahaan smelter.

Bahkan, ia meminta beberapa perusahaan yang banyak menggunakan jasa lembaga tersebut untuk beralih menggunakan jasa surveyor yang lain.

“Atas dasar lembaga survei tersebut itu dijadikan para perusahaan smelter untuk memberikan penalti dan denda kepada penambang, betul kan ya pak?,” kata Maman.

Maman pun mengakui bahwa Komisi VII selama ini kecolongan dan tidak awas terhadap kinerja lembaga surveyor yang selama ini rupanya banyak bermasalah.

“Kami ini awalnya Komisi VII ini tidak awas, kita kritik internal kami. Kita menganggap remeh sebuah lembaga survei tetapi ternyata 4 bulan terakhir ini kita dapat laporan sumber permasalahan yang menyebabkan potensi kerugian negara,” kata dia.

Sumber: kumparan

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan