Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd, alumni Pascasarjana Unlam

“Pandemi Corona, Luhut: Persiapan Ibu Kota Jalan Terus”, judul berita 25 Maret 2020 (tempo.co). Tema berita yang sama dengan link berita berbeda ini sempat menuai kritik berbagai pihak. Berita terbaru, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi menyebutkan, bahkan sangat memungkinkan pemerintah menunda proyek ibu kota negara sampai situasi kondusif. Jodi menyebutkan, arahan Presiden Jokowi sudah jelas bahwa saat ini seluruh fokus pekerjaan adalah mencari cara untuk penanganan pandemi Covid-19.

Jodi menegaskan tidak ada pembicaraan mengenai penggunaan anggaran pembangunan ibu kota baru yang tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19. Pasalnya, hal itu hanya akan menimbulkan asumsi di masyarakat bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam memprioritaskan anggaran. Kalaupun ada pembicaraan terkait pembangunan ibu kota baru, kata Jodi, hanya sebatas menjaga komunikasi dengan para calon investor. (bisnis.tempo.co, 06/04/2020)

Dikabarkan sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memastikan pembangunan infrastruktur tahap pertama di ibu kota negara baru akan dimulai pertengahan tahun 2020. Pembangunan tahap awal ini akan menggunakan skema APBN dengan nilai proyek sebesar Rp 500 miliar. (Tribunpontianak.com,25/03/2020)

Di sisi lain dari dua berita yang sudah dikonfirmasi tersebut, sempat menuai kritik juga terkait anggaran menghadapi wabah. Pemerintah berencana akan membuka rekening khusus untuk menampung donasi dari pelaku usaha guna membantu penanganan virus corona. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai gugus tugas yang akan mengelola rekening tersebut.

Sri Mulyani menambahkan dari segi anggaran, pemerintah sebetulnya siap untuk mendukung proses percepatan penanganan pandemik virus corona di dalam negeri. Namun opsi ini dibuka, untuk membantu meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintah. https://m.merdeka.com/uang/pemerintah-buka-rekening-khusus-bagi-masyarakat-ingin-berdonasi-penanganan-corona.html

Baca Juga:  Kebijakan PSBB Setengah Hati, Lagi Pengabaian Keselamatan Rakyat

Saat ini sudah terdapat beberapa lembaga keuangan multilateral seperti Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB), serta negara-negara sahabat yang sudah menawarkan bantuan ke Indonesia untuk menangani wabah corona.

Belum lagi dengan IMF yang telah siap dengan dana ”Corona loan” yang menyasar negara berkembang dan negara berpendapatan rendah. Bahkan diketahui sudah ada 20 negara yang mengantre untuk mendapatkan pinjaman tersebut. International Monetary Fund (IMF) menyiapkan pinjaman darurat sebesar 50 miliar dolar AS bagi negara berpenghasilan rendah maupun berkembang yang membutuhkan bantuan untuk menangani virus Corona.

Pengamat Politik yang tergabung dalam Forum Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia, Ade Reza Hariyadi melihat sejauh ini belum ada indikasi pemerintah Indonesia mengambil kesempatan tersebut untuk berhutang karena Pemerintah Indonesia terutama sebelum era Jokowi telah berkomitmen untuk lepas dari utang dengan IMF, sehingga jika pemerintah Jokowi akan memanfaatkan momentum corona untuk menambah hutang ke IMF akan dianggap sebagai pengingkaran dan harus dikonsultasikan dengan DPR.

Selain itu, jika merujuk pada kualifikasi yang dinyatakan pemerintah AS maka Indonesia tidak termasuk negara berkembang dan miskin yang dapat mengakses pinjaman darurat IMF. Jika pemerintah memilih opsi untuk menambah pinjaman luar negeri dari IMF, ini berpotensi menambah beban negara di tengah perlambatan ekonomi global dan penurunan investasi di Indonesia. (rmoljakarta.com, 08/03/2020)

Memang, Pemerintah telah mengumumkan akan menambah anggaran untuk penanganan corona sebesar 405,1 triliun rupiah. Namun, ternyata ini akan diperoleh dengan meningkatkan utang Indonesia. Pemerintah enggan menghentikan ambisi pembangunan infrastruktur yang akan menelan anggaran 1600 triliun rupiah. Termasuk sempat enggan menunda atau menghentikan proyek infrastruktur ibu kota baru meski di tengah tumpukan utang dan wabah (red: meski terbaru ditunda).

Pemerintah tidak mau mengalihkan anggaran untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya yang terdampak wabah corona. Buktinya pemerintah tidak mau mengambil kebijakan lockdown, darurat kesehatan yang mana dengan adanya isolasi wilayah mewajibkan pemerintah memenuhi kebutuhan warganya. Pemerintah hanya meringankan warga dengan tunjangan-tunjangan bukan tanpa syarat apalagi jaminan kebutuhan gratis.

Kesulitan anggaran pemerintah saat ini tidak terlepas dari paradigma berpikir kapitalis, salah prioritas. Materi atau ekonomi lebih dipikirkan ketimbang keselamatan dan nyawa rakyat. Ada logika yang tidak bisa diterima akal sehat, untuk infrastruktur dan rencana ibu kota baru pemerintah jor-joran namun untuk anggaran wabah pemerintah kekurangan.

Banyaknya keluhan petugas medis karena kurangnya APD, terpaksa keluar mencari makan meski ada himbauan #dirumahaja. Hal tersebut diantara salah satu bahwa urgennya anggaran maksimal pemerintah dalam menghadapi wabah. Bisakah Indonesia jor-joran menghadapi wabah corono, serius dan tegas serta lebih mementingkan keselamatan dan nyawa rakyatnya?

Dalam sejarah Islam masa kesulitan juga pernah dirasakan oleh Umar Bin Khattab yang kala itu kota Madinah dilanda paceklik. Beliau segera mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi krisis tersebut secara cepat, tepat dan komprehensif yakni, pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh baitul mal.

Musim paceklik yang terjadi saat itu selama 9 bulan. Dalam kurun masa tersebut seluruh warga Madinah dalam keadaan kelaparan. Umar yang saat itu sebagai seorang kepala negara membagi tugas kepada para perangkat negara di bawah beliau hingga level pekerja, bahu-membahu dan sigap menyelesaikan persoalan yang ada. Khalifah Umar ra. tidak berpangku tangan atau sekadar perintah sana, perintah sini saja. Beliau langsung turun tangan mengkomando dan menangani krisis tersebut. Beliau langsung memerintahkan mendirikan posko untuk para pengungsi, memastikan setiap petugas memahami pekerjaan yang dilimpahkan dengan benar.

Baca Juga:  Menyoal Disahkan RUU Minerba di Tengah Wabah, Untuk Siapa?

Namun, ada kala dimana krisis yang terjadi di masyarakat tidak dapat ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah pusat karena berbagai hal, misalnya kondisi keuangan di baitul mal yang tidak mencukupi. Maka kebijakan yang diambil adalah meminta bantuan kepada wilayah Daulah yang kaya dan mampu memberi bantuan. Khalifah Umar segera mengirim surat kepada para gubernurnya di berbagai daerah kaya untuk meminta bantuan.

Gubernur dengan semangat ukhuwah islamiyah dan manajemen pemerintahan yang rapi serta saling menopang, langsung sigap menyiapkan dan memberikan bantuan dengan jumlah yang sangat banyak. Bantuan itu benar-benar bisa membantu secara tuntas semua kebutuhan yang diperlukan bahkan cukup hingga mereka mampu bekerja sendiri mencari rejeki.

Inilah hal yang dilakukan seorang khalifah ketika negerinya dilanda krisis, cepat tanggap dalam menyelesaikan kebutuhan masyarakat. Seharusnya kepemimpinan dalam Islam dijadikan contoh karena Islam punya solusi terhadap wabah dan mengatasi kesulitan disaat anggaran kekurangan.
Wallahu a’lam…

*Tulisan ini adalah ‘Surat Pembaca atau Opini‘ kiriman dari pembaca. IDTODAY.CO tidak bertanggung jawab terhadap isi, foto maupun dampak yang timbul dari tulisan ini. Mulai menulis sekarang.

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan