IDTODAY.CO – Pemerintah Indonesia sampai saat ini tidak menjadikan lockdown sebagai opsi penanggulangan Corona di Indonesia. penerapan lockdown yang kurang maksimal di beberapa negara seperti Italia dan India menjadi pertimbangan pemerintah.
Alhasil, presiden Joko Widodo lebih mengedepankan kebijakan pembatasan sosial skala besar ketimbang karantina wilayah terkait penanganan virus Corona.
“Kan sudah ada di dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, di sana kan ada urutannya tuh, karantina rumah, karantina rumah sakit kemudian ada pembatasan sosial skala besar baru kemudian karantina wilayah. Dan presiden melihat kalau karantina wilayah itu dengan kasus aja India, kasus Italia, itu ternyata menimbulkan kekacauan sosial, kalau tidak direncanakan secara terukur, mengingat contoh-contoh tersebut presiden menganggap Indonesia sekarang sudah cukup dengan pembatasan sosial dalam skala besar,” kata juru bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, sebagaimana dikutip dari Detik.com (31/3/2020) .
Pembatasan sosial skala besar merupakan kelanjutan dari physical distancing yang sudah diterapkan sejak dua minggu yang lalu. Bedanya, pembatasan segala besar itu akan disertai dengan upaya pendisiplinan melalui penegakan hukum.
“Itu sudah dijalankan hampir 2 minggu ini. Kampanye sosial distancing itu kan sudah, pembatasan sosial tapi di UU Nomor 6 Tahun 2018 yang ditandatangani Pak Jokowi juga, makanya sekarang sekolah diliburkan, kegiatan keagamaan. Oleh Pak Jokowi ditambah dengan pendisiplinan hukum melalui maklumat Kapolri itu, jadi sebenarnya dari UU Nomor 6 tahun 2018 yaitu pembatasan sosial berskala besar terus ditambah maklumat Polri, kalau orang melakukan kerumunan itu bisa dibubarkan, melalui KUHP dan itu sampai hari Sabtu kemarin sudah hampir 10 ribuan kerumunan massa dibubarkan,” ungkap dia.
Fadjroel menegaskan, presiden Jokowi akan memaksimalkan pembatasan sosial skala besar terlebih dahulu dan baru akan mengambil kebijakan darurat sipil ketika opsi tersebut memang dibutuhkan dan situasinya mendesak.
“Kenapa tidak masuk ke karantina wilayah, ya itu tadi Pak Jokowi pertama merasa cukup PSBB dan pendisiplinan hukum. Nah apabila keadaannya kalau mengikuti pernyataan dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1959 apabila dikhawatirkan tidak lagi dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa maka dimungkinkan adanya darurat sipil walaupun presiden mengatakan sangat-sangat berdoa agar tidak ke arah sana, tidak seperti India. Kalau sudah seperti itu akan darurat sipil bisa terjadi, tapi Pak Presiden cukup PSBB plus pendisiplinan hukum,” tegas Fadjroel.
diberitakan sebelumnya presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa untuk efektivitas pembatasan sosial skala besar harus dilaksanakan disertai dengan ketegasan kedisiplinan. Bahkan jika perlu, darurat sipil bisa diterapkan.
“Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas, disiplin, dan lebih efektif lagi, Sehingga tadi juga sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil,” demikian tegas Presiden Jokowi dalam rapat terbatas laporan Gugus Tugas COVID-19, disiarkan lewat akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin kemarin.[detik]