Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mendukung kebijakan pemerintah melarang mudik Lebaran 2020 meski keputusan itu terlambat karena pandemi corona sudah telanjur meluas ke 34 provinsi di seluruh Indonesia.
“Seharusnya larangan meninggalkan daerah-daerah episentrum penyebaran Covid-19, entah untuk mudik maupun pulang kampung, sudah dilakukan ketika penambahan jumlah positif Covid-19 menunjukkan peningkatan,” tegas Mufida, Jumat (24/4).
Sayangnya, kata Mufida, ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menghentikan operasional bus antarkota antarrovinsi (AKAP) dan terminal antarkota di awal pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) 10 April lalu, justru dibatalkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Padahal, itu saat yang tepat untuk melarang warga mudik dan mencegah penyebaran covid-19.
Menurut dia, akibat tidak jelasnya larangan, pemudik justru berbondong-bondong mudik lebih awal dan berpotensi membawa virus SARS Cov-2 ini ke daerah sampai ke desa-desa.
Akibatnya, lansia maupun tenaga kerja produktif di daerah, berpotensi terpapar Covid-19 yang dibawa oleh orang tanpa gejala (OTG) yang mudik.
Sampai 21 April misalnya, Satgas Covid-19 Jawa Barat mencatat sudah 253 ribu pemudik yang masuk Jabar.
Belum yang mudik ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jumlah yang mudik ke Jateng tiap tahunnya mencapai 24,2 persen dari total pemudik. Sementara yang mudik ke Jatim mencapai 23,8 persen.
Mufida menjelaskan di Kabupaten Brebes misalnya tercatat 76 ribu pemudik sudah masuk lebih awal sebelum dikeluarkannya larangan mudik.
Bahkan, kata dia, Kamis 23 April 2020 siang hingga malam terlihat fenomena melonjaknya perjalanan mudik dari Jakarta.
Banyak yang menggunakan moda transportasi yang masih ada seperti bus AKAP, meski tarifnya melonjak dua kali lipat.
Karena itu, Mufida meminta pemerintah segera membuat petunjuk teknis yang jelas untuk pelaksanaan larangan mudik yang mulai berlaku 24 April 2020.
Petunjuk teknis ini ditujukan untuk petugas di daerah pemberangkatan maupun tujuan pemudik.
“Petunjuk ini bahkan harusnya sudah dibuat pada saat Presiden menyampaikan larangan tersebut, karena banyak pemudik yang justriu berbondong-bondong mudik sebelum berlakunya waktu larangan mudik,” kata anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Petunjuk teknis ini, kata dia, sangat penting untuk menjadi acuan bagi petugas di lapangan dalam mengawasi mobilitas orang di terminal, stasiun maupun pintu-pintu perbatasan antara daerah sehingga jelas siapa saja yang boleh dan tidak untuk melintas.
Menurut dia, kejelasan petunjuk teknis ini juga penting agar tidak ada hambatan bagi mobilitas barang maupun orang antardaerah yang diperlukan dalam menghadapi wabah pandemi Covid-19 ini. Demikian juga kejelasan teknis pada daerah-daerah yang menjadi tujuan mudik.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto : Antara /HO-DKI Jakarta Provincial Government PR
“Jika ada orang yang datang dari luar daerah tersebut meliputi pemeriksaan apa yang harus dilakukan, tindakan seperti apa yang diperlukan termasuk penyediaan lokasi karantina bagi pendatang,” papar dia.
Mufida juga menyayangkan pernyataan Presiden Jokowi tentang perbedaan antara mudik dan pulang kampung. Pernyataan ini, lanjutnya, dapat membingungkan petugas di lapangan yang melakukan pengawasan terhadap arus orang-orang yang meninggalkan Jakarta dan sekitarnya menuju berbagai daerah.
“Harusnya pemerintah bersikap tegas saja dan tidak perlu membuat pernyataan yang menimbulkan ambigu soal mudik. Jangan sampai sudah terlambat membuat keputusan, menimbulkan kebingungan juga di lapangan terhadap keputusan yang sudah dibuat,” pungkasnya.
Sumber: jpnn.com