Azyumardi Azra Sebut Polemik TWK KPK Bentuk Kekacauan Kepemimpinan

Guru Beasr UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra memberikan siraman rohani pada perayaan syukuran dan peluncuran buku HUT Ke-50 Harian Kompas di Bentara Budaya Jakarta, Minggu (28/6/2015). KOMPAS IMAGES / KRISTIANTO PURNOMO(KRISTIANTO PURNOMO)

IDTODAY.CO – Polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang berujung pemecatan 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai sebuah kekacauan dalam hal kepemimpinan.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra mengatakan, hal tersebut bentuk dari kekacauan dalam kepemimpinan di KPK serta kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

“Saya melihat ini adalah kekacauan kepemimpinan,” kata Azyumardi di acara diskusi virtual bertajuk “Rakyat Mengadu: Penyingkiran 58 Pegawai KPK Harus Dibatalkan”, Jumat (1/10/2021).

Apalagi, Jokowi sebelumnya pernah menyatakan secara tegas bahwa TWK yang menjadi bagian dari proses alih status kepegawaian di KPK tak boleh merugikan para pegawainya.

Menurut Azyumardi kekacauan kepemimpinan itu semakin terlihat dalam bentuk inkonsistensi serta pengingkaran pernyataan Presiden.

“Jadi ada kekacauan, ada inkonsistensi, ada pengingkaran janji atau pengingkaran pernyataan itu, misalnya supaya TWK jangan dijadikan sebagai satu-satunya ukuran untuk memberhentikan, menolak pegawai KPK, itu ternyata tidak ditepati, jadi pengingkaran janji,” ujarnya.

Baca Juga:  Lieus Sungkharisma Terkejut Pendukung Jokowi Dukung Rocky Gerung, Kanjeng Norman: Kalau Menyangkut Masalah Rakyat, Kita Bersatu

Ia pun berpendapat seharusnya kepemimpinan bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.

Salah satunya dalam hal kesesuaian antara pernyatan dan tindakan seorang pemimpin.

“Kalau misalnya tidak memberikan contoh seperti itu apalagi yang mau kita ikuti, siapa lagi yg mau kita ikuti. Ya paling kita setia pada prinsip kita masing-masing saja,” tuturnya.

Selain itu, Azyumardi mengatakan, polemik TWK KPK ini juga menjadi salah satu peninggalan negatif atau negative legacy dari kepemimpinan nasional saat ini.

Sebab, seharusnya negara bisa melindungi pegawai KPK yang dizholimi akibat dinyatakan tak lolos TWK.

“Sebetulnya kalau ini tidak terselesaikan maka dia adalah menjadi salah satu dari negative legacy, jadi warisan negatif dari kepemipinan yang ada sekarang ini kepemimpinan nasional,” kata dia..

Baca Juga:  Kader PDIP hingga PKB Dicecar KPK Soal Dana Hibah Pemprov Jatim

Adapun, 57 pegawai KPK telah diberhentikan per 30 September 2021 setelah dinyatakan yang tak lolos TWK sebagai alih status kepegawaian menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Sikap presiden terkait TWK pertama kali disampaikan ke publik pada 17 Mei 2021, 10 hari setelah Ketua KPK Firli Bahuri menerbitkan surat keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 tentang pembebastugasan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK.

Saat itu, Jokowi tegas menyatakan bahwa TWK tidak bisa serta merta jadi dasar pemberhentian pegawai KPK yang tak lolos.

Hasil TWK, kata dia, seharusnya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK ke depan, baik terhadap individu maupun institusi.

“Dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes,” kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (17/5/2021).

Baca Juga:  Puan Bantah Adian soal Jokowi Minta Perpanjang Jabatan Presiden 3 Periode

Namun, tak seperti pernyataan terdahulu, di awal bulan September ini Presiden enggan banyak bersuara.

Jokowi mengaku tak akan turun tangan menyelesaikan polemik ini karena menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).

“Saya enggak akan jawab, tunggu keputusan MA dan MK,” kata Jokowi ketika bertemu di hadapan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (15/9/2021).

Menurut Jokowi, pihak yang berwenang menjawab persoalan alih status pegawai KPKadalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

Oleh karenanya, ia tidak ingin segala persoalan selalu dilimpahkan atau ditarik-tarik ke dirinya.

“Jangan apa-apa ditarik ke Presiden. Ini adalah sopan-santun ketatanegaraan. Saya harus hormati proses hukum yang sedang berjalan,” ucap Jokowi.

Sumber: kompas.com

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan