Beberapa Dugaan Pelanggaran Konstitusi oleh Presiden Jokowi: Lebih Berbahaya dari Richard Nixon dan Layak Dimakzulkan

Melalui akun twitternya, Denny Indrayana kembali menuliskan surat yang kali ini ditujukan pada Pimpinan DPR RI berisikan tentang 3 dugaan pelanggaran konstitusi oleh Presiden Jokowi.

Dalam suratnya, Denny menyebutkan bahwa 3 dugaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi jauh lebih berbahaya dari pada yang dilakukan oleh mantan Presiden Amerika Richard Nixon.

Richard Nixon dimakzulkan akibat skandal Watergate atas kasus pemasangan alat sadap di kantor Partai Demokrat Amerika.

Menurut Denny, pemakzulan Presiden Jokowi sudah layak karena sikap tidak netralnya alias cawe – cawe dalam Pilpres 2024.

Denny menuliskan dalam suratnya, bahwa terdapat 3 dugaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, mulai dari penggunaan kekuasaan, membiarkan KSP Moeldoko serta menekan pimpinan partai politik, sehingga patut diselidiki oleh DPR melalui hak angket.

Adapun 3 dugaan pelanggaran Presiden Jokowi antara lain:

  1. Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menghalangi Anies Baswedan menjadi calon presiden.

Bukan hanya Jusuf Wanandi (CSIS), yang dalam acara salah satu TV Swasta yang memprediksi bahwa pihak penguasa akan memastikan hanya ada dua paslon saja yang mendaftar di KPU untuk Pilpres 2024.

Saya sudah lama mendapatkan informasi bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang – halangi Anies Baswedan.

Saya bertanya kepada Rachland Nashidik kenapa Presiden Keenam SBY di pertengahan September 2022 menyatakan akan turun gunung mengawal Pemilu 2024.

Menurut Rachland, hal itu karena seorang Tokoh Bangsa yang pernah menjadi Wakil Presiden menyampaikan informasi yang meresahkan kepada Pak SBY.

Sebelumnya, sang tokoh bertemu dengan Presiden Jokowi dan dijelaskan bahwa pada Pilpres 2024 hanya akan ada dua capres, tidak ada Anies Baswedan yang akan dijerat kasus di KPK.

Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah ada tangan dan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024.

  1. Presiden Jokowi membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, mengganggu kedaulatan Partai Demokrat dan ujungnya pun menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024.

Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe – cawe mengganggu Partai Demokrat, terakhir melalui Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.

Anggaplah Presiden Jokowi tidak setuju, dengan langkah dugaan pembegalan partai yang dilakukan oleh KSP Moeldoko tersebut, Presiden terbukti membiarkan pelanggaran Undang – Undang Partai Politik yang menjamin kedaulatan setiap parpol.

Baca Juga:  Silang Pemahaman Mudik-Pulkam Jokowi Dan Menhub, Aktivis: Makin Tampak Sumber Masalah Ada Di Kepala Negara

Juga lucu dan aneh bin ajaib ketika Presiden Jokowi membiarkan saja dua anak buahnya berperkara di pengadilan, membiarkan Kepala staf presiden Moeldoko menggugat keputusan yang dikeluarkan Menkumham Yasonna Laoly.

Jika tidak bisa menyelesaikan persoalan di antara dua anak buahnya sendiri, Jokowi berarti memang tidak mampu dan tidak layak menjadi Presiden.

Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi membiarkan atau bahkan sebenarnya menyetujui, lebih jauh lagi memerintahkan langkah KSP Moeldoko yang mengganggu kedaulatan Partai Demokrat.

  1. Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres – cawapres menuju Pilpres 2024.

Berbekal penguasaannya terhadap Pimpinan KPK, yang baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh putusan MK, Presiden mengarahkan kasus mana yang dijalankan dan kasus mana yang dihentikan, termasuk oleh kejaksaan dan kepolisian.

Bukan hanya melalui kasus hukum, bahkan kedaulatan partai politik juga diganggu jika ada tindakan politik yang tidak sesuai dengan rencana strategi pemenangan Pilpres 2024.

Suharso Monoarfa misalnya diberhentikan sebagai Ketua Umum partai.

Ketika saya bertanya kepada seorang kader utama PPP, kenapa Suharso dicopot, sang kader menjawab, ada beberapa masalah, tetapi yang utama karena ‘Empat kali bertemu Anies Baswedan’.

Baca Juga:  Istana Sebut Jokowi Tidak Akan Lakukan Reshuffle Menteri

Ketika Soetrisno Bachir menanyakan, kenapa PPP tidak mendukung Anies Baswedan padahal mayoritas pemilihnya menghendaki demikian, dan akibatnya PPP bisa saja hilang di DPR pasca Pemilu 2024.

Arsul Sani menjawab, ‘PPP mungkin hilang di 2024 jika tidak mendukung Anies , tetapi itu masih mungkin. Sebaliknya, jika mendukung Anies sekarang, dapat dipastikan PPP akan hilang sekarang juga,’ karena bertentangan dengan kehendak penguasa.

Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres – cawapres.

Meski sadar bahwa konfigurasi politik di DPR saat ini sulit memulai proses pemakzulan, sebagai warga negara yang mengerti konstitusi, saya berkewajiban menyampaikan laporan ini.

“Saya tidak rela UUD 1945 terus dilanggar oleh Presiden Joko Widodo demi cawe cawenya, yang bukanlah untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi dalam pandangan saya adalah semata untuk kepentingan pribadi dan demi oligarki bisnis di belakangnya,” tutup Denny.

Sumber: disway

Tulis Komentar Anda di Sini

Scroll to Top