FPI, Banser dan Pemuda Pancasila Gelar Aksi Tolak RUU HIP

IDTODAY.CO – Sejumlah elemen masyarakat dan organisasi kemasyarakatan di Jember menggelar aksi penolakan terhadap Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Aksi diprakarsai Pengasuh Ponpes Madinatul Ulum KH Lutfi Ahmad, Jumat (12/6) kemarin.

Selain Kiai Lutfi, tampak pula Pengasuh Ponpes Al Azhar KH Hamid Hasbullah serta sejumlah kiai dan pengasuh pondok pesantren lainnya di wilayah Kabupaten Jember. Selain itu, juga tampak tokoh dan ratusan anggota masyarakat dari berbagai organisasi masyarakat seperti Pemuda Pancasila, Banser, FPI, RAJE.

Menurut KH Lutfi Ahmad, ada dua alasan deklarasi penolakan RUU kontroversial ini dilakukan. “Pertama, adanya penempatan klausul Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi Ketuhanan yang Berkebudayaan,” kata dia.

Baca Juga:  Nasibnya Tak seperti FPI-HTI, Refly Ungkap Beking Kuat Pemuda Pancasila

Penggantian sila pertama Pancasila itu dianggap tidak perlu dilakukan, karena klausul itu hasil rumusan terbaik Sukarno dan para pendiri bangsa di awal pembentukan dasar negara di awal kemerdekaan. “Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno di depan BPUPKI semuanya menolak karena mereka lebih memilih Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya.

Bahkan, lanjut dia, muncul konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pengikutnya. Perbedaan pendapat akhirnya disepakati pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan memunculkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila. “Tidak ada kata-kata lain dan itu dikuatkan dengan Dekrit Presiden tahun 1959,” ujar pria yang pernah menjadi anggota DPR RI ini.

Baca Juga:  Beberapa Kali Oknum Polisi Jual Senjata Api ke Teroris Papua, Pengamat: Anggota FPI tak Pernah Berkhianat seperti Itu

Alasan kedua penolakan dilakukan adalah RUU HIP tidak mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan Ajaran Komunisme di Indonesia. Dirinya khawatir munculnya penafsiran diperbolehkannya paham Marxisme, Komunisme, dan Leninisme di Nusantara jika TAP MPRS tersebut tidak dicantumkan dalam RUU tersebut. “Kalau ini tidak dimasukkan baik dalam konsideran dan batang tubuh akan potensi ditafsirkan bahwa Marxisme dan Leninisme sudah boleh di Indonesia,” tuturnya.

Baca Juga:  FPI Desak DPR "Tutup Pintu" Peredaran Minuman Keras

Tak hanya itu, jika ditetapkan menjadi undang-undang, RUU HIP akan menimbulkan penafsiran adanya undang-undang yang menyaingi UUD 45. “Daripada menimbulkan konflik, maka dari sekarang diamankan. Undang-Undang Dasar 45 dimulai dengan pembukaannya Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak usah diubah-ubah lagi, ataupun ditambah penafsirannya ataupun ditambahkan dengan landasan hukum yang lain,” pungkasnya.

Sumber: jawapos

Tulis Komentar Anda di Sini

Scroll to Top