Menkopolhukam Mahfud MD mengakui angka kemiskinan di Indonesia meningkat. Pada bulan September 2022 lalu, angkanya menyentuh 9,57 persen. Mahfud menyebut angka tersebut naik dari Maret 2022 sebesar 9,54 persen.

Demikian diungkapkan Mahfud MD dalam acara 23 Tahun Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu, 11 Juni 2023.

Mahfud juga mengutip data indeks gini ratio Indonesia. Dia mengatakan indeks gini ratio dipakai untuk mengukur kesenjangan ekonomi masyarakat Indonesia.

“Indeks gini ratio 0,381 kita pada semester II 2022 (September). Indeks gini ratio itu kesenjangan, antara jumlah orang kaya dan miskin. Teorinya semakin kecil indeks kita semakin bagus,” kata Mahfud.

Baca Juga:  Mahfud MD Soal Edhy Prabowo Ditangkap: Pemerintah Dukung yang Dilakukan KPK

Mahfud lalu menyinggung Indeks gini ratio Indonesia di akhir pemerintahan Presiden Soeharto.

“Kalau tidak salah ketika akhir Orde Baru itu kita mencatat Indeks gini ratio kita itu sekitar 200. Masih agak bagus. Artinya yang kaya dan yang miskin itu tidak terlalu jauh,” kata Mahfud.

“Teorinya kalau gini ratio bisa mencapai 0,500, tidak ada negara yang bisa bertahan. Oleh sebab itu, Libya, Tunisia, Mesir yang pemerintah jatuh itu, rakyatnya tidak tahan,” kata mantan Ketua MK itu menambahkan.

Mahfud mengklaim pemerintah saat ini sedang berupaya terus menurunkan indeks gini ratio tersebut. Dia juga mengharapkan peran KPPU untuk mendukung upaya tersebut.

Sementara itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan bahwa orang kaya di Indonesia semakin kaya dan meninggalkan para kelompok miskin. Akibatnya, menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin mebar.

Ketua KPPU M. Afif Hasbullah menyadari, sudah 23 tahun KPPU berdiri, tapi masih banyak kebijakan pemerintah yang tidak mendukung persaingan usaha secara adil. Afif menyebut lebih banyak ruang bagi pelaku usaha besar dan mendominasi daripada para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Prinsip persaingan usaha belum menjadi alat utama di dalam penyusunan kebijakan di negeri ini. Padahal kebijakan itu merupakan kunci dan basis utama suatu lingkungan bisnis yang kompetitif dan menguntungkan bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, hal ini, lanjut dia, dapat dibuktikan bahwa pertumbuhan jumlah kekayaan 10 persen orang kaya di Tanah Air jauh lebih besar dan jauh lebih cepat dari 40 persen orang miskin di Indonesia.

“Ini sangat memprihatinkan buat kita semua,” kata Afif.

Afif menuturkan, kesenjangan ekonomi yang semakin lebar tercipta sejak masa pandemi COVID-19. Selain itu, kata dia, Indonesia juga dihantui ancaman krisis pangan global, oligarki, hingga aksi merger dan akuisisi lintas negara.

Sumber: viva.co.id

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan