Polemik Tol Solo-Jogja, Warga Ngaku Kecewa Dicuekin Presiden

Polemik Tol Solo-Jogja, Warga Ngaku Kecewa Dicuekin Presiden ( Foto: Istimewa)

Hartono, salah seorang warga terdampak jalan tol Solo-Yogya di Desa Pepe, Kecamatan Ngawen, Klaten, Jawa Tengah, mengaku kecewa karena sidang gugatan yang dilayangkannya ditunda pihak Pengadilan Negeri (PN) Klaten.

Sidang ditunda gara-gara tergugat, Presiden sebagai Kepala Pemerintah Republik Indonesia tidak hadir, serta tidak mewakilkan kuasa hukum dan tidak memberikan keterangan apa pun.

“Saya kecewa Presiden Jokowi tidak hadir sehingga persidangan akhirnya harus ditunda,” kata Hartono kepada awak media, Rabu kemarin, 4 Oktober 2023.

Hartono bahkan menegaskan, negara memang tidak pernah hadir sejak awal. Apalagi pada saat rumahnya dirobohkan atau dieksekusi pihak Pengadilan Negeri (PN) Klaten pada 10 Mei 2023 lalu. Pejabat negara, ungkapnya, telah melakukan perbuatan melanggar hukum (PMH).

Baca Juga:  Amien Rais: Wakil Rakyat dan Presiden sudah Membuat Langkah Menuju Kehancuran Bangsa

“Bagaimana rumah saya bisa dirobohkan padahal SHM (sertifikat hak milik) masih atas nama saya. Belum pernah ada keputusan dan pemberitahuan apa pun tentang penghapusan hak atas tanah saya tersebut. Saya merasa negara telah merampas hak kami,” ucapnya.

Menurut Hartono, sesuai UUD 1945 Pasal 28 ayat h, hak milik seorang warga negara dan kelompok masyarakat yang sah, semestinya mendapatkan perlindungan penuh dari negara.

Baca Juga:  Tiba di Sumut, Anies Diteriaki Presiden

Karena itu, tidak boleh ada pihak yang boleh mengambil hak tersebut secara sepihak. Hartono pun menegaskan masalah inilah yang menjadi substansi materi gugatan yang dilayangkannya kepada Presiden Jokowi, Gubernur Jawa Tengah, Bupati Klaten dan dua pihak tergugat lainnya.

“Apalagi, karena saya mendapatkan tagihan pajak, ya saya bayar PBB tersebut. Dan ternyata pembayaran pajaknya masih atas nama saya. Lalu kenapa rumah saya dirobohkan?,” tanya Hartono.

Selain Hartono, lima warga lainnya juga terdampak jalan tol Solo-Jogja di Desa Pepe yang bernasib serupa.

Rumah mereka sudah dirobohkan tapi SHM dan pajak PBB masih atas nama masing-masing. Bila ditotal, saat ini terdapat 25 jiwa yang belum sepakat tentang penggantian nilai ganti rugi.

“Saat ini kami terlantar. Tidak tahu lagi harus tinggal dimana. Sekarang ada yang kontrak dan ada yang numpang hidup di rumah saudara. Negara tidak pernah hadir menanyakan bagaimana nasib kami sekarang,” pungkasnya.

Sumber: VIVA.co.id

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan