Oleh: Djumriah Lina Johan
(Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam)
Jelang keputusan Presiden Jokowi, Dewan Adat Dayak dukung Ahok BTP jadi pemimpin Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur (Kaltim). Kabar terbaru datang dari Kalimantan Timur jelang pengumuman Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Seperti diketahui pada Senin (2/3/2020) lalu, Presiden Jokowi mengumumkan 4 nama calon pemimpin Badan Otorita Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur. “Kandidatnya ada banyak, yang namanya kandidat memang banyak, satu Pak Bambang Brodjonegoro, dua Pak Ahok, tiga Pak Tumiyana, empat Pak Azwar Anas,” ujar Jokowi di Istana Merdeka.
Menyikapi hal itu, Dewan Adat Dayak Kalimantan Timur (DADKT) menyatakan sikapnya. Melalui jumpa pers, Dewan Adat Dayat Kalimantan Timur secara bulat mendukung Ahok BTP untuk memimpin Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur. “Secara bulat kami mendukung Pak Presiden Jokowi dalam memilih Kepala Badan Otorita IKN dan kami mendukung Pak Ahok (BTP) untuk ditunjuk oleh Pak Presiden sebagai Kepala Badan Otorita,” ujar Ketua Dewan Adat Dayak Kalimantan Timur, Zainal Arifin, Kamis (12/3/2020) di Gedung Graha Tebengang, Jalan Tekukur, Samarinda.
Zainal Arifin yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI meminta agar masyarakat adat Dayak dapat dilibatkan dalam proses pembangunan IKN nanti. “Dalam pernyataan sikap ini, kami juga meminta agar pemerintah pusat melibatkan masyarakat adat dalam pembangunan IKN demi kesejahteraan masyarakat Dayak. Pernyataan sikap ini akan kami sampaikan kepada Presiden Jokowi secara tertulis,” ujarnya.
Sementara, Ketua Umum Pengurus Besar Gerakan Pemuda Asli Kalimantan Timur (GEPAK), Abraham Ingan menyatakan, selain dukungan kepada Ahok, lembaga yang dipimpinnya juga meminta agar Presiden Jokowi memilih putra terbaik Kaltim untuk mendampingi Ahok sebagai Kepala Badan Otorita IKN. “Kami sudah menyiapkan dua nama yang direkomendasikan kepada Pak Jokowi untuk menjadi pendamping Pak Ahok. Pertama, kami mengusung Pak Marthin Billa dan Pak Syaharie Jaang. Keduanya, kami anggap sebagai putra terbaik Kaltim yang cocok mendampingi Pak Ahok,” kata Abraham Ingan. (Tribunkaltim.co, Kamis, 12/3/2020)
Berdasarkan pemberitaan di atas, setidaknya ada empat hal yang bisa dianalisa :
Pertama, landasan hukum jabatan Kepala Badan Otorita IKN. Beredarnya nama calon pimpinan IKN di atas menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat yang kritis, intelektual, serta wakil rakyat di DPR. Sebab, jangankan landasan hukum pembentukan badan otorita, draft UU IKN pun hingga kini belum rampung apalagi dibahas dan disahkan. Maka, adanya perpres pembentukan badan otorita dan pemilihan kepala badan otorita IKN jelas terkesan sangat dipaksakan.
Kedua, menakar urgensitas jabatan Kepala Badan Otorita IKN. Mengingat luasnya wewenang pejabat yang nanti akan menjadi kepala badan otorita. Mulai dari leader dalam proses pemindahan dan pembangunan IKN sampai pengelola penuh investasi di IKN baru. Padahal payung hukumnya pun belum ada. Ditambah lagi, saat ini rakyat dibuat panik dan khawatir dengan pengumuman WHO terkait status virus corona sebagai pandemi.
Memunculkan pertanyaan, seberapa urgen jabatan tersebut sehingga harus segera diteken? Bukankah seharusnya pemimpin negeri ini lebih fokus pada penanganan corona dibanding proyek IKN? Apalagi jika ditelisik sampai detik ini, megaproyek IKN sejatinya bukan demi kemaslahatan rakyat. Maka, jelas pemilihan kepala badan otorita pun tak akan mengedepankan terpenuhinya hak-hak rakyat.
Ketiga, adanya indikasi politik simbiosis mutualisme. Berdasarkan jejak penelusuran media, sejak Sabtu (13/7/2019) Ahok sudah mendapat gelar kehormatan dari masyarakat Dayak. Fakta ini tentu tak bisa dianggap hanya sekedar kebetulan. Apalagi berdasarkan pemberitaan di atas, bagaimana besarnya dukungan yang didapat Ahok dari Dewan Adat Dayak Kaltim dan GEPAK. Maka, bisa jadi sudah ada lobi-lobi politik sebelumnya antara Ahok dengan pimpinan Dewan Adat Dayak Kaltim.
Tak hanya sampai disitu, ada pula indikasi simbiosis mutualisme. Politik balas budi. Yakni dengan adanya dukungan kepada Ahok sebagai Kepala Badan Otorita IKN, DADKT dan GEPAK bisa mendapat balasan berupa jabatan maupun proyek di IKN baru. Sekali lagi, membuktikan bahwa IKN bukan untuk rakyat Indonesia melainkan kepentingan segelintir orang.
Keempat, efek gurita sistem kapitalisme sekuler. Ketiga analisa di atas sejatinya bermuara pada sebuah titik utama polemik negeri ini maupun dunia secara keseluruhan. Tak lain akibat implementasi sistem kapitalisme sekuler yang menggurita ke seluruh lini kehidupan. Sistem ini hanya akan menguntungkan sang pemilik modal bukan rakyat secara keseluruhan.
Justru hak-hak masyarakat akan dikorbankan demi kepentingan korporat. Dengan demikian, umat wajib untuk melek politik agar tidak latah dan mampu mengambil sikap atas upaya menggolkan megaproyek IKN beserta pemilihan Kepala Badan Otorita IKN. Serta mampu melihat bahwa ini merupakan problem sistemik yang hanya bisa disolusikan secara sistemis pula. Wallahu a’lam bish shawab.