Oleh: Ummu Farras (Aktivis Muslimah)
Saat ini, publik sedang diramaikan dengan aktivitas seorang pekerja seni yang mengunggah foto ‘bugil’ di salah satu akun media sosialnya. Hal ini menimbulkan kontroversi dan berbagai respon di kalangan masyarakat. Banyak yang menilai ini merupakan kampanye positif body shaming agar seorang wanita bisa mencintai dirinya sendiri. Tapi tak sedikit pula yang gerah karena tak bisa disangkal bahwa foto tersebut jelas mengandung unsur pornografi. Foto tersebut juga menjadi sorotan Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo. Menurut Ferdinandus Setu, PLT Kepala Biro Humas Kominfo, Tindakan pekerja seni tersebut mengunggah foto dirinya tanpa busana dinilai berpotensi dijerat pasal UU ITE. (liputan6.com)
Namun setelah itu, disangkal oleh Menkominfo sendiri. Dilansir dari detik.com, Menkominfo Johnny G Plate menegaskan pekerja seni tersebut tidak melanggar UU ITE terkait postingan tanpa busana di media sosial twitter pribadinya. Johnny sudah melihat langsung foto aktris cantik tersebut. Johnny menyebut foto tersebut berkaitan dengan ‘self respect’. Johnny mengimbau masyarakat tidak menyebarkan hoax. Foto telanjang yang diunggah aktris tersebut merupakan kampanye positif. Ia ingin mengajak orang mencintai bentuk tubuh sendiri.
Wanita Dalam Lumpur Hitam Liberalisasi
Di negeri Demokrasi yang menganut asas sekular liberal, kebebasan bersikap dan berperilaku dilindungi atas nama hak asasi manusia. Setiap orang berhak untuk melakukan apapun tanpa terikat norma sosial, apalagi norma agama. Sebab sekularisme meniscayakan aturan agama terpisah dari segala aspek kehidupan. Begitu pun setiap orang berhak untuk melakukan apapun terhadap tubuhnya. Wanita sah-sah saja ke tempat umum walaupun tanpa sehelai benang. Maka tak heran jika atas nama hak asasi manusia, nilai pornografi dan pornoaksi menjadi bias dan tak jelas lagi definisinya.
Menyoal body shaming, ini merupakan tindakan mengejek atau berkomentar negatif terhadap keadaan fisik atau tubuh seseorang. Singkatnya, body shaming adalah bentuk bullying terhadap kondisi fisik seseorang. Objeknya berupa bentuk dan ukuran tubuh seseorang, baik wajah, kelainan fisik karena insiden/genetis, atau tampilan yang berbeda dari mayoritas serta tidak memenuhi standar kecantikan.
Di sistem kapitalis, para wanita dijebak dengan makna kecantikan. Seringnya, opini umum yang dibentuk tentang makna kecantikan adalah ia wanita yang secara fisik berkulit putih dan halus, wajah cantik dan menarik, serta tubuh tinggi semampai dengan rambut hitam terurai. Maka, yang menjadi mindset para wanita di negeri kapitalis adalah bagaimana caranya supaya dirinya menjadi cantik seperti itu. Mereka berlomba-lomba untuk memenuhi standar kecantikan ala kapitalis bahkan jika harus merubah bentuk tubuh, tetap dilakukan. Menjamurnya kompetisi kompetisi ratu sejagad, semakin menjebak para wanita untuk berusaha memiliki fisik sempurna. Padahal, ini merupakan jebakan sistem kapitalis untuk mengeksploitasi kecantikan wanita dan mengkomersialisasikannya. Tujuannya semata-mata untuk mengeruk pundi pundi rupiah. Betapa murahnya nilai wanita di sistem kapitalis. Wanita hanya dijadikan sapi perah untuk mendapat rupiah. Jika sudah tak laku, ganti lagi yang baru.
Dari sini, muncullah para wanita yang merasa “tidak memenuhi standar kecantikan”. Mereka menyerukan stop body shaming. Mereka ini yang merasa didiskriminasi karena tidak cantik, entah karena ‘full size’ (Gemuk), atau tidak berkulit halus dan putih. Mereka menyuarakan aspirasi bahwa wanita cantik itu tidak mesti dilihat fisiknya. Mereka pun melancarkan kampanye kampanye positif agar setiap wanita dapat mencintai apa yang ada pada dirinya. Salah satu caranya adalah dengan tanpa ragu memperlihatkan bagian bagian tubuhnya dengan bangga.
Wanita Mulia Hanya Dengan Islam
Islam amat memuliakan para wanita. Kecantikan wanita di dalam Islam tidak diukur dengan kecantikan fisik. Allah Ta’ala menilai setiap hamba tergantung keimanan dan ketakwaannya. Sedangkan di dalam Islam, setiap wanita harus mensyukuri apa yang Allah karuniakan padanya. Baik itu bentuk tubuh, ras, atau suku, semata-mata itu adalah ketentuan dari Sang Pencipta yang harus kita syukuri sebagai seorang hamba. Adapun, sebagai wanita kita harus mencintai diri kita dengan selalu menjaga diri dari hal-hal yang akan menjerumuskan kita kepada kehinaan. Hanya Islam yang dapat menjaga wanita dari segala hal yang dapat menodai kehormatannya, menjatuhkan wibawa dan merendahkan martabatnya. Islam memposisikan wanita bagai mutiara yang mahal harganya, Islam menempatkan wanita sebagai makhluk mulia yang harus dijaga dan dilindungi. Maka Islam memiliki syariat dan aturan yang khusus bagi wanita. Diantaranya adalah aturan dalam pakaian yang menutupi seluruh tubuh wanita. Allah SWT memerintahkan demikian agar mereka dapat selamat dari mata-mata kaum pria dan tidak menjadi fitnah bagi mereka. Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzâb : 59)
Lalu firman Allah SWT :
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
(QS. An-Nur : 31)
Wanita pun diperintahkan oleh Allah SWT untuk menjaga kehormatan mereka di hadapan laki-laki yang bukan mahromnya dengan cara tidak bercampur baur (ikhtilat) dengan mereka, tidak tabaruj, menjaga pandangan, tidak memakai wangi-wangian saat keluar rumah, tidak meninggikan suara, dll.
Semua syari’at ini ditetapkan oleh Allah dalam rangka untuk menjaga dan memuliakan kaum wanita. Dan, syariat Islam ini hanya bisa diterapkan dalam naungan Khilafah. Bukan dalam negeri dengan sistem kapitalis liberal yang menodai wanita dengan lumpur hitam.
Wallahu’alam bisshowwab