Bukan Ingin Setara Tapi Ingin Mulia

Oleh: Dianawati, Kota Malang

Clara Zetkin, pencetus Hari Perempuan Internasional mungkin tidak menyangka bahwa 110 tahun sejak dicetuskannya ide tersebut, ternyata tujuan yang ingin diraih belum juga terwujud. Kemiskinan, kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi masih menjadi peristiwa harian dalam kehidupan sebagian perempuan.

Peringatan Hari Perempuan Internasional selalu memiliki fokus yang sama yaitu menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Karena ketimpangan gender dianggap sebagai  biang kerok dari berbagai kezaliman terhadap perempuan.

Pertanyaan yang menggelitik adalah apakah keadaan seperti kemiskinan, kekerasan, eksploitasi dst hanya menimpa perempuan?. Data dari World Bank menunjukkan sekitar 264 juta penduduk Indonesia, 25,9 juta orang diantaranya masih hidup di bawah garis kemiskinan, terdiri atas laki-laki dan perempuan. Seiring dengan adanya kemiskinan tersebut, muncul pula berbagai ketimpangan sosial yang berdampak pada adanya kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Dari sini tampak ada kesalahan dalam melihat akar permasalahan sesungguhnya.

Baca Juga:  Istana Krisis, Prabowo Tawarkan Kepemimpinan Baru

Alih-alih menyalahkan agama karena dianggap sumber utama tidak adanya kesetaraan, seharusnya kita mulai berpikir untuk mencari akar masalah sesungguhnya. Jika kemiskinan melahirkan begitu banyak masalah maka haruslah dicari sumber utama masalah kemiskinan. Tunjuk hidung sistem kapitalisme sebagai biang kerok adanya ketimpangan ekonomi. Sistem kapitalisme-lah sejatinya yang menjadikan manusia bebas melakukan apa saja. Sistem kapitalisme berhasil menciptakan 1% manusia-manusia kaya yang menguasai 82% kekayaan dunia. Maka tidaklah kesetaraan mampu menyelesaikan masalah karena bukan akar permasalahannya.

Baca Juga:  Konser Yang Menyinggung Umat Islam

Maka berhenti menyalahkan agama dan menganggap syariat Pencipta adalah sumber permasalahan perempuan. Berhenti menyalahkan syariat jilbab karena dianggap bentuk pengekangan tubuh perempuan. Berhenti menyalahkan syariat batasan pergaulan laki-laki dan perempuan karena dianggap mengekang kebebasan berekspresi. Sejatinya agama ini lahir dari Pencipta yang paling mengerti ciptaanNya. Jadi aturanNya lah yang pasti paling tepat untuk menyelesaikan masalah manusia. Dia menciptakan laki-laki dan perempuan dengan potensi masing-masing. Berbeda namun  saling melengkapi, Seperti 2 kaki kanan dan kiri. Tidak ada yang lebih baik satu sama lain karena mereka berfungsi melaksanakan tugasnya masing-masing. Sejatinya kemuliaan hanya diraih oleh mereka yang paling baik amalnya baik laki-laki maupun perempuan. Maka mari beramal untuk menjadi mulia karena setara tidak menjanjikan surga.

Baca Juga:  Nelangsa Kaum Perempuan Terbelenggu Sistem Kapitalis

Tulis Komentar Anda di Sini

Scroll to Top