IDTODAY.CO – Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan jamaah haji pada musim haji 2020/1441 Hijriah karena pertimbangan pandemi corona. Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 494/2020.
“Pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji pada tahun 2020/1441 Hijriah,” kata Fachrul Razi di Jakarta, Selasa (2/6/2020).
Sesuai dengan amanat undang-undang selain persyaratan ekonomi dan fisik, kesehatan dan keselamatan jamaah haji harus diutamakan mulai dari embarkasi, di Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air. Namun demikian, kebijakan tersebut diambil secara sepihak tanpa melalui koordinasi terlebih dahulu dengan VIII DPR RI sebagai mitra Kemenag.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengusulkan kepada MPR atau DPR RI melakukan pemakzulan kepada Presiden Jokowi.
“Harusnya MPR atau DPR segera lakukan pemakzulan melalui proses legal konstitusional,” ujar Munarman melalui keteranganya, sebagaimana dikutip dari Teropongsenayan.com (05/06/2020).
Munarman menegaskan bahwa keputusan presiden Jokowi tersebut merupakan suatu pelanggaran terhadap undang-undang tentang pelaksanaan ibadah haji.
“Tentang pembatalan Haji 1441 Hijriah, sudah jelas terjadi pelanggaran UU Haji oleh Presiden yang secara sewenang-wenang memerintahkan Menteri Agama,” katanya.
Kemudian, Munarman mendesak MPR RI untuk melakukan langkah pencegahan atas kerusakan pengelolaan negara oleh presiden Jokowi secara legal konstitusional.
Pasarnya, saat ini menurutnya, pengelolaan negara sudah terlalu totalitarian oleh genggaman kekuasaan pemerintah.
“Karena Presiden telah berulang kali melakukan pelanggaran hukum dan perbuatan tercela,” ujarnya.
Munarman berpendapat, DPR dan MPR memiliki hak yang cukup untuk melakukan langkah pencegahan tersebut demi melindungi rakyat dari kerusakan tata kelola negara.
Iapun mendesak DPR dan MPR untuk tidak langsung menyetujui segala hal yang datangnya dari pemerintah dan harus melakukan kajian kritis terlebih dahulu.
“Dulu zaman orla (orde lama) dan orba (orde baru) karena parlemen jadi stempel rezim akhirnya biaya sosial perbaikan negara menjadi mahal,” tuturnya.[Brz]