IDTODAY.CO – Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo yakin anasir pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) Kominis masih bergerak dan berupaya menyebarkan paham komunis di Indonesia.
Dalam diskusi virtual bertema “TNI vs PKI” yang digelar Minggu malam (26/9), ia menjelaskan sejumlah ciri penting PKI, salah satunya adalah pemberontakan dan upaya merebut kekuasaan.
Gatot dengan lancar menjelaskan sejarah PKI dari Perhimpunan Demokratis Sosial Hindia Belanda atau Indische Social Democratische Vereniging (ISDV) yang didirikan Henk Sneevliet, sampai Serikat Islam (SI) Merah yang dipimpin Semaun. Dia juga menjelaskan, bahwa seperti Sukarno dan RM Kartosuwiryo, Semaun juga pernah tinggal di rumah tokoh Serikat Dagang Islam (SDI) Haji Oemar Said Tjokroaminoto di Surabaya.
Di tahun 1921 SI Merah berubah menjadi PKI dan lima tahun kemudian berupaya merebut kekuasaan dari Kolonial Belanda. Pemberontakan itu berhasil ditumpas karena persenjataan yang minim.
Tetapi di sisi lain, Gatot mengatakan, PKI tidak nasionalis, karena berupaya menempatkan Indonesia di bawah Uni Soviet.
“Sangat jelas (pemberontakan 1926) bukan peran patriotisme kebangsaan Indonesia, karena tidak dilakukan bersama-sama dengan kekuatan bangsa lainnya. Tetapi semata-mata hanya sebagai untuk merebut kekuasaan dan berkuasa,” katanya.
Ciri kedua PKI, sambung Gatot, adalah gemar merebut kekuasaan dan berkuasa. Setelah gagal di tahun 1926, pada tahun 1948 PKI kembali berupaya merebut kekuasaan. Kali ini dari tangan pemerintahan RI yang sah, yang di saat bersamaan sedang menghadapi agresi militer Belanda.
“Bayangkan bagaimana suasana kebangsaan kita di tahun 1948. Negara Indonesia usianya masih sangat belia, juga sedang menghadapi agresi militer Belanda. Situasi ini malah dijadikan peluang dan dimanfaatkan PKI untuk kudeta,” ucapnya.
Ciri khas PKI yang ketiga, lanjut Gatot, adalah melakukan penculikan, penganiayaan terhadap warga sipil, polisi dan juga ulama.
“Pemberontakan di tahun 1948 dapat ditumpas pasukan Siliwangi pada akhir November 1948 dengan ditembak matinya Muso, dan kemudian menyerahnya Amir Syamsuddin,” ujarnya.
Sejumlah profesor dan doktor sejarah perpolitikan Tanah Air menanggapi pernyataan dari Gatot Nurmantyo, antara lain ProfSiti Zuhro sebagai pengantar.
Yang menjadi penanggap atas diskusi virtual tersebut yakni Prof Bagir Manan, Dr Fahmi Idris, Prof Aminuddin Kasdi, Dr MS Kaban dengan dimoderatori oleh Prof Asep Saeful Muhtadi dan Dr Ilah Holila.
Sumber: rmol.id