Kulak-kulik Bohir Politik Anies Baswedan

Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan kepada wartawan di depan Ruang Sasana Bhakti Praja, Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (17/10/2022). [Dok.Antara]

IDTODAY.CO – Dalam percakapan sehari-hari, bohir biasanya merujuk pada pemberi modal dalam kegiatan politik. Bohir adalah penyokong modal bagi konstestan yang berlaga di ajang politik.

Banyak aral menyertai langkah Anies Baswedan maju di kontestasi Pilpres 2024. Sosok pria 53 tahun itu sukses menarik perhatian Ketum NasDem Surya Paloh yang kesengsem menjadikannya bakal calon presiden sejak jauh-jauh hari, bahkan saat masih menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Selepas resmi dideklarasikan jadi bacapres NasDem, ujian datang bertubi-tubi. Anies yang dicap sebagai ‘bapak’ politik identitas kini diterpa soal utang piutang antara dirinya dengan Sandiaga Uno saat Pilkada DKI 2017 lalu.

Isu utang piutang Anies Baswedan mulanya diungkap pertama kali oleh Waketum Golkar, Erwin Aksa saat diskusi bersama Akbar Faizal di podcast you tube pada tanggal 5 Februari 2023.

Judul Podcast tersebut “Nasdem ‘Serahkan Diri’ Ke Golkar: Ternyata Anies Masih Utang Rp 50 M Ke Sandiaga Uno”.

Menurut Erwin, soal utang piutang itu masuk dalam perjanjian antara Anies dan Sandiaga termasuk soal pembagian tugas jika nantinya terpilih jadi gubernur dan wakil gubernur.

Ia mengungkapkan, perjanjian itu dibuat jelang Pilkada DKI 2017. Di mana menyusun adalah Erwin Aksa sendiri serta pengacara Sandiaga, Rikrik Rizkiyana.

Surat perjanjian ini dibuat atas dorongan paman Erwin Aksa, yakni politikus senior Jusuf Kalla.

Kata Erwin, Anies Baswedan meneken surat untuk meminjam uang sebesar Rp 50 miliar dari Sandiaga Uno di Pilkada 2017. Uang itu digunakan untuk membiayai logistik Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.

Surat perjanjian utang-piutang ini disusun oleh Rikrik, yang belakangan diangkat menjadi Komisaris Perumda Pasar Jaya saat Anies menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Pengakuan Anies Baswedan

Usai ramai disorot publik dan media, Anies Baswedan akhirnya buka-bukaan soal perjanjian utang antara dirinya dengan Sandiaga Uno.

Penjelasan soal utang itu dipaparkan Anies dalam channel YouTube Merry Riana bertajuk ‘PERDANA!! ANIES BASWEDAN BLAK-BLAKAN TENTANG PERJANJIAN POLITIK PRABOWO-ANIES-SANDI’ yang telah diizinkan untuk dikutip, Sabtu (11/2/2023).Anies menyatakan, bahwa permasalahan utang piutang itu selesai pasca dirinya berhasil menang di Pilkada DKI tersebut.

Baca Juga:  Jelaskan Utangnya Selesai Ketika Menang Pilgub DKI, Anies: Kenapa Kalau Kalah Malah Bayar?

Anies awalnya menceritakan pada masa kampanye ketika dirinya ikut dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta, banyak pihak yang memberikan sumbangan. Sampai akhirnya datang lah dukungan yang ingin dicatat sebagai pinjaman.

“Kemudian, ada pinjaman, sebetulnya bukan pinjaman, dukungan. Yang pemberi dukungan ini meminta dicatat sebagai utang. Jadi dukungan yang minta dicatat sebagai utang,” kata Anies.

Kemudian ia menyampaikan, bahwa adanya dukungan itu untuk sebuah kampanye untuk perubahan dan perbaikan.

Menurutnya, jika Pilkada DKI Jakarta kala itu dirinya bersama Sandiaga Uno berhasil memenangkan, maka pinjaman tersebut dianggap lunas dan selesai.

Namun, jika pasangan Anies-Sandiaga kala itu kalah, maka pinjaman tersebut harus dibayarkan atau dilunasi. Lalu Anies menyampaikan, jika pinjaman tersebut Sandiaga berlaku sebagai penjamin saja bukan orang memiliki uang.

“Jadi itu kan dukungan tuh, siapa penjaminnya? Penjaminnya Pak Sandi. Jadi uangnya bukan dari Pak Sandi. Itu ada pihak ketiga yang mendukung, kemudian saya yang menyatakan, ada suratnya, surat pernyataan utang saya yang tanda tangan,” ungkap Anies.

“Di dalam surat itu disampaikan apabila Pilkada kalah, maka saya berjanji, saya dan Pak Sandiaga Uno berjanji mengembalikan. Saya dan Pak Sandi, yang tanda tangan saya. Apabila kami menang Pilkada, maka ini dinyatakan sebagai bukan utang dan tidak perlu, artinya selesai lah kira-kira,” sambungnya.

Adapun Anies menyampaikan, adanya pinjaman tersebut merupakan cara-cara yang harus diterapkan. Menurutnya, karena adanya pinjaman tersebut dengan metode pelunasan jika menang dianggap selesai, hal itu dianggap efektif.

“Itu mindset baru. Cuma kan itu ada perjanjian yang karena ada seseorang yang mengungkap, ya sekarang kita ceritakan. Ada dokumennya. Jadi kalau suatu saat itu dianggap perlu dilihat, boleh saja, wong tidak ada sesuatu yang luar biasa di situ,” imbuhnya.

Siapa Bohir Politik Anies?

Jika merujuk penjelasan Anies soal utang piutang itu, ia menyebut bahwa uang miliaran rupiah itu bukan milik Sandiaga, tapi pihak ketiga. Artinya, ada sosok atau beberapa orang yang menyokong secara finansial membantu dirinya untuk biaya politik di Pilkada DKI.

Baca Juga:  Anies Singgung Raih Kewenangan dengan Nepotisme: Saat Berkuasa Pasti Curang

Pertanyaannya, siapa bohir politik Anies? Hal ini tidak dijelaskan secara gamblang oleh Anies. Kembali merujuk pada penjelasannya, uang itu berasal dari pihak ketiga sebagai pendukung. Sementara Sandiaga hanya sebagai penjamin.

Namun yang perlu digarisbawahi adalah, Anies mengatakan, jika gagal menang di Pilkada DKI 2017 lalu, maka dirinya dan Sandiaga wajib melunasi utang tersebut. Maka sesuai pameo ‘tak ada makan siang gratis’, artinya, Anies harus mati-matian agar menang Pilkada agar utang miliaran rupiah itu bisa dianggap lunas.

Lagi-lagi yang masih menjadi misteri adalah sosok bohir itu siapa, hal inilah yang belum terungkap. Meski pada dasarnya mahfum dalam tiap kontestasi politik banyak isu soal penyandang cuan gentayangan.

Bohir sendiri merunut penjelasan beberapa sumber merupakan bahasa asing dari Belanda. Tepatnya ditulis bouwheer yang berarti pemborong atau kontraktor. Struktur katanya berasal dari bouwen (membangun) dan heer (tuan).

Dengan demikian bohir atau bouwheer, memiliki arti pemilik modal, pemilik proyek, atau bisa juga diartikan sebagai owner.

Dalam percakapan sehari-hari, bohir biasanya merujuk pada pemberi modal dalam kegiatan politik. Bohir adalah penyokong modal bagi konstestan yang berlaga di ajang politik.

Soal bohir politik ini juga disorot oleh pegiat media sosial Denny Siregar yang memang cakap mengkritisi Anies.

Denny terang-terangan menyebut bahwa menjadi calon presiden di Indonesia tidak mudah karena butuh biaya triliunan rupiah. Atas dasar itu, wajar saja orang membahas soal bandar atau bohir di belakang Anies Baswedan yang diusung Partai Nasdem sebagai Capres.

“Banyak pertanyaan tentang berapa sih biaya calon presiden kira-kira bisa menang? Meski kita tidak akan pernah biaya sebenarnya, karena masing-masing capres menyembunyikan angkanya,” kata Denny dalam tayangan YouTube Cokro TV dengan judul “Denny Siregar: BANDAR DI BELAKANG ANIES?”, dikutip SuaraSumbar.id (jejaring Suara.com), Selasa (15/11/2022).

Menurut dia, ongkos politik di negara demokrasi sangat mahal. Mulai dari biaya promosi, biaya saksi, logistik, tim sukses dan tentu juga uang serangan fajar. Menurutnya, hal itu adalah kenyataan minusnya demokrasi di Indonesia.

Baca Juga:  Isi Kuliah Tamu, Anies Disambut Antusias Lebih dari 500 Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung

Denny tak segan-segan menuding, rapuhnya ikatan koalisi Demokrat, Nasdem dan PKS dalam mendukung Anies Baswedan, salah satunya karena uang. Dia menilai, belum ada kecocokan jumlah uang yang disediakan untuk menggerakkan Capres yang akan mereka usung bersama.

“Dari ketiga partai pengusung Anies, hanya Nasdem yang ikut koalisi. Partai Demokrat dan PKS selama 10 tahun menjadi oposisi. Mereka tidak bisa menguasai kebijakan apapun, cadangan kas mereka kering,” katanya.

Atas dasar itu, Denny menyebut bahwa pencapresan Anies Baswedan akan bergantung kepada pemodal.

“Mereka bergantung pada para bohir atau seperti yang disebut Fahri Hamzah adalah para bandar. Tentu pengusaha yang selama ini mereka kecam, yaitu para oligarki,” katanya.

Peran Bohir Politik Di Pilkada DKI

Soal fenomena bohir politik di Pilkada DKI 2017 lalu sempat disorot oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat itu, Siti Zuhro. Kata dia, peran investor politik sangat besar di Pilkada DKI saat itu.

Menurut Siti, fenomena bohir politik yang sudah ada sejak pelaksanaan Pilkada serentak 2015 lalu itu bisa jadi penentu kemenangan calon kepala daerah.

“Tentunya peran bohir politik sangat kuat membuat sang calon menang. Ada keberpihakan luar biasa kepada calonnya. Tapi ditempuh dengan tidak kompetisi, tapi misal kita tahu dengan mengotak-atik kotak suara, mengotak-atik daftar pemilih pada akhirnya vote buying,” kata Siti di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta, Senin (10/4/2017).

Kata Siti, banyak dampak yang muncul atas keterlibatan bohir politik meski hanya di balik layar. Duit yang dikucurkan mengakibatkan lahirnya program yang hanya menguntungkan si penyandang dana.

“Akhirnya dampaknya program itu sangat tidak manusiawi, tidak menguntungkan masyarakat luas,” ujarnya.

Siti kemudian menjelaskan modus operandi yang dilakukan para bohir politik di pesta demokrasi di Indonesia. Kata dia, pada awalnya dana yang digelontorkan untuk semua pasangan calon.

“Kalau ada empat pasangan calon semuanya dapat uang. Tapi baru akan mengurucut besar pada calon yang pasti menang,” katanya.

Sumber: suara

Tulis Komentar Anda di Sini

Iklan