IDTODAY.CO – Guru Besar Universitas Pertahanan (Unhan) sekaligus penulis buku Gestapu 1965 Profesor Salim Said menegaskan, komunisme secara global masih hidup, tapi Partai Komunis Indonesia (PKI) secara nasional sudah tidak bisa hidup kembali sebagaimana zaman Dipa Nusantara Aidit.
Bukan berarti, kata dia, Bnagsa Indonesia lengah dan melihat PKI bukan sebagai ancaman. Salim mengatakan, PKI sejak dulu terlatih untuk menyusup dan bermain dari dalam. Sebagai contoh, sosok Sjam Kamaruzaman yang menyusup ke tubuh TNI.
Sjam disebut sebagai the missing link atau sosok yang selama ini hilang dalam peristiwa G30S/PKI. Sjam sejatinya otak yang menggerakkan gerakan tersebut sepenuhnya.
“Orang-orang komunis terlatih menyusup dan bermain dari dalam. Lihat saja apa yang terjadi pada Sjam Kamaruzaman, mereka masuk ke dalam tentara. Membina tentara dan merencanakan Gestapu,” kata Salim Said dalam video di akun Youtube Cendana TV.
Menurutnya, sikap dan karakter lama PKI masih terlihat saat ini. Dia menyebutkan, salah satu politkus PDI Perjuangan yang kini duduk di DPR Ribka Tjiptaning yang terang-terangan mengaku bangga dengan PKI. Logikanya, kata dia, sangat bodoh jika anak-anak PKI tidak balas dendam kepada tokoh yang pernah menghancurkan institusi kebanggaan mereka di masa lalu.
Salim lantas mengutip perkataan Jenderal Nasution yang menyebutkan, PKI bisa masuk melalui bidang ekonomi. Jika ekonomi bobrok, maka mereka dengan mudah menghasut masyarakat untuk melakukan perlawanan. Hal itu harus menjadi perhatian pemerintah agar hal yang tidak diinginkan terjadi.
“PKI itu sudah bangkrut, jangan harap ada PkI seperti zaman Aidit, tapi tergantung pada kebijakan ekonomi pemerintah sekarang. Kalau ekonomi kita bobrok, saya ingat Jenderal Nasution, itu kesempatan PKI menghasut rakyat,” ucapnya.
“Mereka sudah ada di dalam karena tidak ada larangan siapa saja bisa masuk partai apa saja. Terlebih ini kan anak-anaknya. Pengalaman sejarah kita mewajibkan waspada kepada hal seperti itu. PKI menjadi ancaman kalau kita gagal memperbaiki ekonomi. Itu menjadi bahan untuk menghasut masyarakat,” ungkapnya.
PKI Dalang Gestapu, Bukan Korban
Berdasarkan sumber Arsip Pusat Partai Komunis Cina (PKC), telah terjadi pertemuan tingkat tinggi antara delegasi PKC dan PKI pada 5 Agustus 1965. Delegasi PKC yang dimpimpin Mao Tse Tung, yakni Deng Hsiao Ping, Peng Chen, Chenyi, Li Saoqi dan Chou Enlai. Sementara, delegasi PKI DN Aidit serta isterinya Tanti, dan Wasekjen PKI Yusuf Aji Torop.
Dalam pertemuan tingkat tinggi PKI dan PKC tersebut dibahas yakni laporan Chou Enlai kepada Mao tentang sakitnya Presiden Pertama RI, Soekarno (Bung Karno) karena serangan cerebral vasaspasm pada 3 Agustus 1965. Kemudian, kemungkinan-kemungkinan sayap kanan (Dewan Jenderal) merebut kekuasaan dan tindakan yang harus dilakukan PKI. Pertemuan itu juga membahas perkiraan bila Bung Karno meninggal, dan siapa yang akan berkuasa.
“Waktu itu Aidit sudah dapat laporan kalau Soekarno serius, dia tanya kamu mau buat apa kalau Soekarno meninggal. Dia jelaskan dan dicatat oleh sekretaris partai komunis dan disimpan di arsip,” tuturnya.
“Arsip itu sudah dibongkar sekarang oleh seorang mahasiswi. Apa yang sudah terbongkar itu adalah rencana Aidit kepada Mao dan rencana itu persis dengan apa yang terjadi, apa yang dilakukan Aidit pada waktu Gestapu,” ungkapnya.
Berdasarkan fakta sejarah, Aidit juga menjadi pemeran utama dalam peristiwa Gestapu dibantu orang biro khusus. “Jadi itu sudah dibicarakan dengan Mao, cuma tidak dikatakan dalam laporan dalam arsip itu apa perintah Mao kepada Aidit. Yang kita tahu apa rencana Aidit dan itu sama dengan Gestapu,” ucapnya.
“Menurut saya, PKI tidak bisa tidak terlibat karena Aidit. Seperti semua pemimpin komunis zaman itu, telah menjadi diktator seperti Stalin. Jadi, artinya Aidit sudah mendapatkan kekuasaan itu menghancurkan paling sedikit markas besar angkatan Darat. Jadi PKI pasti terlibat,” ujarnya.
Sumber: indonesiainside.id