IDTODAY.CO – Asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dak Olahraga Imam Nahrawi, Miftahul Ulum dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum KPK di sidang tuntutan terhadap terdakwa Miftahul Ulum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/6).
“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama dan dakwaan kedua,” ucap Jaksa Ronald Worotikan saat membacakan amar tuntutan, Kamis (4/6).
Dalam pertimbangannya, jaksa mengungkapkan hal yang memberatkan dan meringankan atas tuntutan ini.
Hal yang memberatkan tuntutan diantarnya bahwa perbuatan Ulum telah menghambat perkembangan prestasi atlet Indonesia yang dapat mengangkat harkat dan martabat Indonesia, Ulum tidak kooperatif dan tidak berterus terang atas perbuatan yang dilakukannya, serta berperan sangat aktif dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan.
Sedangkan hal meringankan tuntutan ialah Ulum bersikap sopan selama persidangan dan memiliki tanggungan keluarga.
Jaksa meyakini jika Ulum terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama Imam Nahrawi senilai Rp 11,5 miliar dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekjen KONI Pusat dan Johnny E. Awuy selaku bendahara umum KONI Pusat.
Perbuatan tersebut terkait proses percepatan proposal dukungan KONI Pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018.
Selain itu, Jaksa juga meyakini Ulum bersama-sama Imam melakukan penerimaan gratifikasi secara bertahap yang seluruhnya sejumlah Rp 8.648.435.682 dengan rincian yaitu Rp 300 juta dari Ending Fuad Hamidy, Rp 4.948.435.682 sebagai yang tambahan operasional Menpora.
Termasuk uang sejumlah Rp 2 miliar sebagai pembayaran jasa desain konsultan arsitek Kantor Budipradoni Architecs dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) program Indonesia emas (Prima) Kemenpora tahun anggaran 2015-2016 yang bersumber dari uang anggaran Satlak Prima.
Selanjutnya uang sebesar Rp 1 miliar dari Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) pada program Satlak Prima Kemenpora tahun anggaran 2016-2017 yang bersumber dari uang anggaran Satlak dan uang sejumlah Rp 400 juta dari Supriyono selaku BPP peningkatan prestasi olahraga nasional (PPON) periode 2017-2017 yang berasal dari pinjaman KONI Pusat.
Menurut jaksa, perbuatan Ulum itu terbukti melanggar Pasal 12 Ayat 1 huruf a UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 12 B UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Sumber: rmol.id