IDTODAY.CO – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengungkap fakta persidangan keterlibatan Tim Hukum DPP PDIP, Donny Tri Istiqomah.
Fakta tersebut muncul dalam persidangan terdakwa Saeful Bahri dalam perkara pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024.
Hal itu disampaikan Hakim Ketua, Panji Surono saat membacakan fakta-fakta persidangan dalam agenda sidang putusan atau vonis terhadap Saeful Bahri selaku Kader PDIP, Kamis (28/5).
Hakim Ketua Panji Surono membeberkan fakta-fakta persidangan dan bukti-bukti yang dipaparkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama persidangan terhadap 13 saksi yang telah dihadirkan.
Terjadinya tindak pidana korupsi berawal dari adanya surat permohonan dari DPP PDIP kepada KPU RI perihal permohonan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA) No. 57P/HUM/2019 yang meminta agar calon legislatif (caleg) PDIP Dapil Sumsel 1 yang meninggal dunia yakni Nazaruddin Kiemas dialihakan kepada caleg PDIP Dapil Sumsel 1 nomor urut 6 atas nama Harun Masiku.
“Menimbang bahwa pada tanggal 26 Agustus 2019 KPU mengirimkan surat No. 1177/PY.01.1-SD/06/KPU/VIII/2019 yang intinya menyatakan tidak dapat mengakomodir permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ucap Hakim Ketua Panji Surono.
Selanjutnya, karena KPU tidak mengabulkan permohonan DPP PDIP tersebut, pada September 2019 Saeful Bahri menghubungi Agustiani Tio Fridelina selaku Kader PDIP untuk menyampaikan kepada Wahyu agar dapat mengupayakan agar KPU menggantikan caleg PDIP Dapil Sumsel 1 terpilih, Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Kemudian, Agustiani menyampaikan permohonan tersebut kepada Wahyu. Wahyu pun bersedia untuk mengupayakan Komisioner KPU RI lainnya agar dapat menyetujui permohonan PAW PDIP dari Riezky sebagai anggota DPR RI kepada Harun.
“Menimbang bahwa selanjutnya Agustiani Tio Fridelina menyampaikan bahwa Wahyu Setiawan butuh biaya-biaya operasional sejumlah Rp 1 miliar dan selanjutnya Terdakwa berdiskusi dengan Donny Tri Istiqomah mengenai permintaan biaya operasional oleh Wahyu Setiawan tersebut lalu Terdakwa dan Donny Tri Istiqomah menyepakati total biaya operasional sebesar Rp 1,5 miliar,” jelas Hakim Ketua Panji.
Hakim Panji melanjutkan, pada 13 Desember 2019 di Grand Hyatt Jakarta Saeful bersama Donny bertemu dengan Harun untuk menyampaikan mengenai adanya biaya operasional untuk pengurusan di KPU sebesar Rp 1,5 M.
“Lalu Harun Masiku menyanggupinya dan bersedia untuk menyiapkan dananya secara bertahap dengan mengatakan “yang penting awa Januari 2020 saya dilantik sebagai anggota DPR”,” ungkap Hakim Ketua Panji.
Selanjutnya sambung Hakim Panji, bahwa adanya kesepakatan antara Saeful dengan Agustiani untuk pemberian dana operasional kepada Wahyu dilakukan secara bertahap.
Yakni pada 17 Desember 2019 sejumlah 19 ribu dolar Singapura atau setara Rp 200 juta. Dan kedua rencananya akan diberikan pada 26 Desember 2019 sejumlah 38 ribu dolar Singapura atau setara Rp 400 juta yang akan diserahkan oleh Agustiani kepada Wahyu.
Selanjutnya pada 8 Januari 2020, Wahyu menghubungi Agustiani agar mentransfer sebagian uang yang diterima sejumlah Rp 50 juta ke rekening BNI atas nama wahyu Setiawan.
Dengan demikian, Majelis Hakim menilai bahwa adanya kerjasama yang erat antara Saeful, Wahyu, Harun, Agustiani dan Donny.
“Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah Majelis pertimbangkan telah terbukti adanya kerjasama yang erat antara Terdakwa Saeful Bahri, Wahyu Setiawan, Harun Masiku, Agustiani Tio Fridelina serta Donny Tri Istiqomah, maka perbuatan tersebut telah sesuai dengan sempurna. Maka perbuatan Terdakwa telah memenuhi Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Pidana,” tegas Hakim Ketua Panji.
“Menimbang bahwa dengan demikian unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP telah terpenuhi dan perbuatan Terdakwa dapat dikategorikan secara bersama-sama melakukan tindak pidana,” sambungnya.
Diketahui, Saeful Bahri telah divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan penjara. Saeful Bahri terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sesuai dengan dakwaan Primair.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK, yakni pidana penjara selama 2,5 tahun dan denda Rp 150 juta subsider enam bulan penjara.
Sumber: Rmol.id