IDTODAY.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memutuskan untuk tetap melanjutkan kasus PAW Harus Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 masih banyak menimbulkan perspektif.
Keputusan itu diambil mengingat tersangka Nurhadi dan Harun Masiku masih berstatus buron oleh KPK. Persidangan nantinya akan digelar in absentia atau persidangan tanpa kehadiran yang bersangkutan.
Sehubungan dengan perkembangan kasus tersebut, Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra, pun ikut mengomentari, secara yuridis in absentia tersebut diatur dalam KUHAP dan UU Tipikor, namun dengan syarat peristiwa yang disidangkan sudah mendapat titik terang. seperti yang dilansir dari rmol.id (09 Maret 2020)
Masih kata Azmi Syahputra dalam keterangan seperti yang kami lansir dari rmol.id, Senin (9/3). “Persidangan in absetia ini menimbulkan tanda tanya, jika belum terang peristiwanya, KPK terkesan limpahkan perkara, ini sama artinya aparat penegak hukum negara dikalahkan, intelijen negara gagal, tidak dapat mengungkap pelaku dan motif kejahatan,”
Azmi Syahputra menjelaskan, bahwa Persidangan in absentia ini, mengesankan hanya mengalihkan beban tanggung jawab KPK dalam mengurai detail motif dan menangkap para pelaku.
“Karena perkara ini diketahui dilakukan oleh orang pada saat ia berada di area kekuasaan. Diduga, sepertinya para penegak hukum kehabisan cara dan energi untuk berhadapan dengan orang tertentu yang rentan melindungi kepentingan tertentu,” meneruskan kritiknya.
Hal ini pun dinilainya semakin menunjukkan internal KPK lemah, kehilangan kekuatan, bahkan tak memiliki nyali untuk mengungkap kasus yang menyeret salah satu politisi PDIP itu.
Dengan tetap digelarnya sidang tanpa kehadiran Harun Masiku, Azmi Syahputra melihat ada ketidakseriusan KPK dalam menyelesaikan kasus tersebut.
“Padahal dengan menangkap dan mendapat keterangan Harun Masiku dan Nurhadi sangat penting guna mengurai kejelasan peristiwa yang sebenarnya,” tuturnya, seperti yang dilansir dari rmol.id.
Editor: Baidury