Oleh: Ummu Ufaira (Komunitas Setajam Pena)
Slander Man dan Chucky adalah sejenis film horor yang bercerita tentang penculikan, pembunuhan berantai, dan pembunuhan sadis. Bagaimana jadinya jika film tersebut menjadi inspirasi bagi seseorang untuk melakukan hal serupa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh utama di film tersebut? Sangat unmoral dan mengerikan pastinya.
Dan kisah ini nyata terjadi beberapa hari yang lalu. Dilakukan oleh seorang remaja 15 tahun dengan korbannya seorang anak berumur 5 tahun yang masih termasuk tetangga dan teman bermain pelaku. Diketahui setahun belakangan remaja tersebut sangat suka menonton film horor Slanderman dan Chucky.
Dilansir kompastv.com (7/3/2020), bahwa Kronologi kejadiannya adalah pelaku awalnya menenggelamkan kepala korban dalam bak berisi air. Lalu, jasad korban dibawa ke kamar lantai atas dan disembunyikan di dalam lemari pakaian.
Pagi hari pada Jumat (6/3/2020) pelaku berencana membuang jasad korban sambil berangkat sekolah. Namun, pelaku kebingungan dan akhirnya menyerahkan diri ke Polsek Taman Sari. Yang mana dalam olah TKP di rumah pelaku, ditemukan gambar dan curhatan pelaku pembunuhan bocah di dalam lemari ini. Kami tanya bagaimana perasaan setelah kejadian ini, dia katakan ‘saya puas’. Yang bersangkutan akan kami periksa secara psikologis secara mendalam,” kata Yusri saat jumpa media di Mapolres Metro Jakarta Pusat.
Ada sesuatu yang janggal dari kasus ini, bagaimana mungkin seorang anak 15 tahun melakukan pembunuhan secara sadar dan tanpa ada rasa takut ataupun rasa bersalah sedikitpun. Tentunya ada beberapa faktor yang bisa menjadi pemicu tindakan sadis tersebut.
Di sistem kapitalis, dengan pendidikan sekuler dan liberal yang saat ini dijalankan oleh negara, menjadikan rel-rel keluarga tidak berjalan sesuai aturan. Dimana suami istri disibukkan dengan kerja dan karir, menjadikan materi sebagai tujuan hidup, mengabaikan hak anak yang harusnya dipenuhi oleh orang tua baik jasmani maupun rohani anak. Terlebih anak yang menjadi korban broken home seperti yang terjadi kepada pelaku tersebut. Tidak ada komunikasi yang harmonis, tidak ada keterikatan antar keluarga, sehingga anak terabaikan dan merasa bebas melakukan kegiatan atau tindakan apapun sesuai kehendaknya sendiri.
Pondasi agama yang tidak kuat, dimana dalam sistem pendidikan sekuler sekarang ini, pelajar mendapat pendidikan agama hanya sebatas pengetahuan dan ritual saja, tidak membekas dalam kehidupan sehari-hari para pelajar.
Tidak tertanam rasa takut kepada Allah, benar dan salah dihukumi sekendak hati sendiri bukan distandartkan pada hukum syara’ lagi. Ketika lulus sekolah maka juga berhenti belajar agama. Tak heran bila amar ma’ruf nahi munkar di dalam keluarga semakin jarang, karena orang tua sendiri pun minim pendidikan agamanya. Dari sini tampaklah ketahanan keluarga kian rapuh.
Kemudian dari faktor media massa, kecanggihan teknologi jaman sekarang ini memang semakin luar biasa. Mengakses internet semudah di genggaman, siapa saja bisa mengakses tanpa kesulitan.
Tontonan-tontonan youtube semakin mudah dinikmati, tanpa ada filter yang ketat dari pemerintah. Apa yang ditonton anak maka akan jadi asupan untuk otaknya, bahayanya jika anak menelan mentah-mentah informasi yang dia dapat tersebut tanpa ada arahan atau pengawasan dari orang tua.
Dan demikianlah yang terjadi pada pelaku pembunuhan sadis ini, apa yang dia tonton menimbulkan ketertarikan pada dirinya hingga ia ingin melakukan hal yang sama yang dilakukan tokoh-tokoh utama dalam film tersebut.
Dan remaja pelaku pembunuhan balita tersebut bukanlah satu-nya, besar kemungkinan ada korban media lain diluar sana, dan mungkin akan muncul kasus-kasus lain yang sejenis.
Persoalan generasi adalah persoalan sistemik. Selama sistem kapitalis yang mendominasi warna negara ini tidak dihapus, maka selama itu pula semua persoalan kerusakan generasi yang terjadi tidak akan bisa terselesaikan secara tuntas.
Sudah waktunya kita berpaling dari sistem kapitalis-sekuler, kembali pada Islam yang telah Allah jadikan sebagai solusi bagi setiap permasalahan kaum muslimin. Keluarga dikembalikan pada tatanan syariat islam yang seharusnya, orang tua berperan aktif sebagaima mestinya, ayah sebagai pemimpin dan ibu sebagai madrasah pertama bagi anak. Sistem pendidikan harus bisa memperkuat pondasi ketaatan pelajarnya kepada Sang Khaliq. Pun dengan sistem peradilan, negara wajib menjaga warganya agar berjalan lurus sesuai syariat Islam penuh dengan ketaqwaan, memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan, serta menjaga dan membatasi akses media yang bermanfaat untuk rakyat, bukan sebaliknya.
Islam adalah agama yang sempurna, bukan sebatas agama ritual saja tapi Islam juga membawa seperangkat aturan yang paripurna jika dilaksanakan oleh negara. Tidak ada solusi lain yang lebih baik dari Islam. Sebagaimana ditegaskan dalam QS an- Nahl [16] ayat 89
وَنَزَّلنا عَلَيكَ الكِتٰبَ تِبيٰنًا لِكُلِّ شَيءٍ وَهُدًى وَرَحمَةً وَبُشرىٰ لِلمُسلِمينَ
“Kami telah menurunkan kepadamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelas segala sesuatu; juga sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang Muslim.”
Wallahua’lam bishawab.